(DEMI MENUJU REVOLUSI MENTAL MORAL SPIRITUAL AHLAK
DENGAN AYAT-AYAT ALLOH SWT)
Sebenarnya adakah Bangunan KeEkonomian Para Nabi dan
Rasulnya Itu? Apa dan bagaimana bentuk atau macamnya, apakah semacam Ekonomi
Syariah yang dilakukan Perbankkan selama ini atau mungkin bisa lebih baik lebih
Idealis lagi karena akan dirancang sedemikian rupa untuk dapat melepaskan
diri-diri manusia dari pengaruh hawanapsu Duniawi yang hingga kini sedemikian
membelenggu antara lain dengan membonceng Sistem Kapitalisme (Global). Bahwa
Sistem Ekonomi Syariah yang diterapkan Bank-Bank yang ada saat ini telah
terlanjur exis dalam keikut sertaannya ditengah-tengah arus pusaran sangat
dahsyat manajerial yang timpang dan tidak adil sehingga jelas Sistem Ekonomi
Syariah juga tidak luput dari pengaruh Sistem Kapitalisme Global khususnya pada
(prilaku) diri manusia itu sendiri. Untuk mengatasi keterbelengguan
manusia atas Kapitalime Global inilah
maka “Program Lima Tahun” ke depan bagi Negeri ini adalah harus membangun suatu
Sistem KeEkonomian Tersendiri disamping KeEkonomian yang dijalani saat ini,
agar dapat terbebas terlepas dari belenggu intervensi atau jerat-jerat
Kapitalisme, Sosialisme yang tanpa Tuhan, Marxisme, Imperialisme dansebagainya.
System ini disebut Sistem KeEkonomian Alloh yang Rahmatan Lil Alamin, yang
sifatnya KeSemestaan Tanpa Batas. Suatu aktifitas KeEkonomian yang mengalir
bergerak sedemikian rupa dalam “Tali Alloh SWT”, sehingga menyadari dengan
sesungguhnya Sistem KeEkonomian inilah yang dibangun oleh “Seluruh Para Nabi
dan RasulNya” sejak masa Nabi Adam AS, dimana isinya hanya sendi-sendi Agama
dengan pemberlakuan secara total ayat-ayat Alloh SWT karena itulah didalamnya
“KeAdilan Semesta”. insyaAlloh dengan “Keberhasilan” Sistem inilah maka Negeri
ini akan dapat Terbebas dari dampak Krisis KeEkonomian Duniawi macam apapun.
Bahkan sesuai “Peran” Rahmatan Lil Alamin maka Unsur IPTEK akan sangat
berkembang pesat diluar dari apa yang terbayangkan manusia. Dimana KeWilayahan
sungguh tidak lagi “sebumi” melainkan ke Seru Sekalian Alam Tanpa Batas, sesuai
dengan apa yang tergambarkan terpandang sedemikian jelas dalam Peristiwa Isra
Mikraj. Umat manusia harus sadar dan percaya bahwa bila Peristiwa Isra Mikraj
itu telah “mengejawantah” maka itulah bentuk “Pengejawantahan” sesungguhnya
dari Rahmatan Lil Alamin yang pasti akan kita jalani hingga ke
pencapaian-pencapaian Tanpa Batas (sebagaimana makna Rahmatan Lil Alamin itu
sendiri), sesuai tahapan-tahapan dalam Peristiwa Isra Mikraj.
Untuk ini maka “Pos-Pos KeEkonomian” yang harus
dibangun adalah “Baitul Makmur” perannya hanyalah “Pendanaan” mirip Bank tapi
sama sekali sungguh berbeda dengan Bank-Bank yang ada di dunia ini yang sangat
Kapitalistik dengan Kepemilikan-Kepemilikan Pribadi, dan karena tidak ada
“Nilai Saham” di Baitul Makmur, bahkan segala keuntungan atau hasil macam
apapun dikembalikan ke mahluk sepenuhnya yaitu untuk kemakmuran rakyat,
sehingga akan membentuk lingkar keekonomian sedemikian rupa. Bahwa Produk Hasil
atau Hasil Produk semua lebih bersifat “Alami” langsung dari Alam sebagai
Rahmat Alloh SWT, baik di bidang Kehutanan (termasuk perkayuan danlainlain),
Pertanian, Peternakan, Perikanan serta semua teknologi yang mendukung, dansebagainya.
Untuk itu dibangun pula “Perusahaan-Perusahaan Alloh SWT” (agar tiap diri
sungguh menghormatinya, dan karena tiap
diri memiliki hak atas “Perusahaan-Perusahaan Alloh SWT” itu), yang sama sekali
bukan milik Pribadi, bahkan lepas dari segala bentuk Ego Hawanapsu Kemanusiaan
sehingga sungguh “Milik Alloh SWT” yang justru menjadi milik semua milik
semesta menjadi Rahmat ke Seluruh Alam Semesta. Dimana KeAdilan Semesta
KeAdilan di sisi Alloh SWT adalah “Amanah” yang mesti dipikul dijalankan sehingga
menjadi sangat jelaslah kerja jalan gerak KeEkonomian tersebut. Bila saja
manusia tahu akan dibawa diarahkan dan kearah mana sesungguhnya Program
KeEkonomian yang dijalankan ini, pastilah akan berlomba-lomba memuliakan,
bahkan tidak meminta upah sedikitpun dan karena sangat percaya semua segalanya
serta dirinya sendiri ada dalam “Genggaman” Alloh SWT yang pasti “menjamin”
dalam KeMaha AdilanNya yang Absolut (ada program monitoring atas rakyat demi
memenuhi kebutuhan primernya antara lain pangan dan kesehatan serta lain-lain
dalam suasana kegotong royongan dan kekeluargaan). Sebagaimana sifat para hamba
yang berusaha berlepas diri dari segala belenggu “keterbatasan” Duniawi menuju
KeTak Terbatasan, dari bentuk kehidupan “Sebumi” yang bahkan pada kenyataannya
sedahsyat apapun kenikmatan duniawi yang didapat ternyata hanya secuil kecil
setitik kecil saja dari lingkup bumi itu sendiri yang bagaikan debu di Alam
Semesta. Sungguh sangat terbatas dan dalam waktu sangat singkat, dibandingkan
apa yang di sisi Alloh SWT yang sungguh Tanpa Batas, sesuai KeMaha Luasan
KeMaha Besaran “sisi”Nya itu, sesuai menurut Asma ul Husna Nama-NamaNya
Terbaik. Di dalam Gerak KeEkonomian Baitul Makmur tidak mentolerir adanya Ego
manusia terhadap penumpukan-penumpukan kekayaan atas nama Pribadi-Pribadi baik
pada diri seseorang maupun kelompok yang justru akan menjadi Dinamis sedemikian
rupa, bahwa segala sesuatu dikembalikan kepada Alloh SWT itulah “Kuncinya”.
Karena sekali lagi ini hanyalah Sistem KeEkonomian Tersendiri yang dijalankan
sedemikian rupa dalam Negeri ini, sedangkan Sistem Perbankan dengan Kapitalisme
Global sudah menjadi Sistem Antar Negara yang Negeri ini tetap menjalaninya
yang pada kenyataannya sudah mendarah daging. Karena itulah
penumpukan-penumpukan kekayaan memang tidak ada di Baitul Makmur akan tetapi
tetap ada dalam Kapitalisme Global, Perbankan pada umumnya, sehingga pada
akhirnya akan terjadi perubahan atas Sistem KeEkonomian tersebut dengan
“Kesadaran” diri sendiri untuk kepada Alloh SWT yang pasti tidak akan dipaksakan.
Apa itu “Baitul Makmur” sesungguhnya, mengapa aplikasi
dalam program KeEkonomian ini difungsikan untuk sisi “Pendanaan”, mengapa tidak
“Baitul Mal”? Justru Baitul Makmur adalah akibat Logis dari Baitul Mal-Baitul
Mal yang “disucikan” naik ke sisi Alloh SWT hingga terkumpul di suatu tempat
(yaitu Baitul Makmur) untuk mereka yang mengorbankan hartanya bagi Alloh SWT,
pastilah bagi mereka disediakan “Tempat” sebagai balasan (pahala) bagi yang
sungguh-sungguh Ikhlas karena Alloh SWT, yang prilakunya itu akan naik ke sisi
Alloh SWT sebagai “cahaya”. Pandanglah bagaimana Para Malaikat itu memohonkan
ampun khusus bagi orang-orang yang “bersedekah” serta yang “berjihad” dengan
hartanya, maka ada tempat berkumpul Para Malaikat sehingga bagi mereka itu siapapun
akan ditarik menuju Islam, seumpama kisah seorang Pelacur yang memberi minum
seekor kucing yang hampir mati kehausan di tengah padang pasir yang tandus,
maka ditarik ke Islam karena sedekahnya itu, atau seorang Arsitek dalam
membangun Masjid Istiqlal misalnya juga ditarik ke Islam. Jadi Baitul Makmur
memang suatu “tempat” dimana ada Para Malaikat yang berkumpul sholat berdoa
memohon bagi orang-orang yang Ikhlas atas harta ataupun keahliannya untuk Alloh
SWT, termasuk yang menyumbang melalui Baitul Mal-Baitul Mal. Secara ruhani Para
Malaikat mengantar apa yang disumbangkannya itu kepada Alloh SWT, sehingga
kelak akan mendapat balasan pahala yang setimpal dengan prilakunya itu. Dalam
konteks Isra Mikraj, segala prilaku yang “bersesuaian” dengan seluruh Para Nabi
dan RasulNya sejak Nabi Adam AS, yang berarti Baitul Makmur tidak hanya bagi
umat Nabi Muhammad SAW melainkan segala umat sehingga Alloh SWT yang
memutuskan pada Hari Kiamat. Hingga kini
ego-ego yang sangat Lokalitas dari masing-masing umat masih mendominasi karena
kurangnya pengetahuan dan penjelasan yang memadai. Padahal sesungguhnya baik
penjelasan tentang Isra Mikraj maupun Baitul Makmur tidaklah sesederhana ini,
akan tetapi seiring perjalanan waktu atas “pelaksanaan” KeEkonomian yang Rahmatan
Lil Alamin, insyaAlloh pemahaman Baitul Makmur akan menjadi lebih luas dari apa
yang dapat dibayangkan manusia. Jangan katakan Para Nabi dan Rasul yang ditarik
ke sisi Alloh SWT dan menempati Langit demi Langit hanya beberapa gelintir
manusia saja, padahal sesungguhnya seluruh Para Nabi dan RasulNya seluruhnya
semuanya Tanpa Kecuali, pasti pasti dan pasti semua ditarik menuju Alloh SWT
termasuk Nabi Adam AS, serta semua yang bersesuaian “cahaya”, sebagaimana
permisalan atas diri Beliau SAW dengan para Nabi dan Rasulnya selayaknya dapat
dipahami hakekatnya.
Bahwa untuk semua ini Asma ul Husna adalah dasar dari
segala Kebijakan-Kebijakan yang harus dijalankan. Karena apa yang dibangun oleh
Seluruh Para Nabi dan RasulNya adalah Prilaku dari dan bagi Asma ul Husna yang
penglihatannya pandangan-pandangannya pendengarannya dan hati (akal)nya bukan
dari diri sendiri lagi melainkan dari Alloh SWT (Asma ul Husna). Tidak seorang
Nabipun pasti pandangan-pandangannya dari Alloh SWT demikian pula “Para Pewaris
Seluruh Para Nabi dan RasulNya” pasti juga dari Alloh SWT, demikianlah Alloh
SWT menurunkan “petunjukNya, berupa IlmuNya, yang sungguh-sungguh Ilmu Alloh
SWT” melalui Para Ulama. Karena itu bila sungguh ingin Bangsa dan Negeri ini
sampai kepada KeAdilan dan KeMakmuran sejati maka harus sesuai dengan apa yang
dibangun oleh Seluruh Para Nabi dan RasulNya yaitu dari Alloh SWT Pemilik Asma
ul Husna, Nama-NamaNya Terbaik. Ingatlah hanya dengan penjelasan memadai
ayat-ayat Alloh SWT maka “Revolusi Moral Mental Spiritual Ahlak” yang hakiki
itu akan terwujud, sebagaimana perjuangan Para Nabi dan RasulNya untuk mengubah
Prilaku adalah dengan Ayat-Ayat Alloh SWT. Pandanglah, mengapa orang-orang
bahkan yang hafal Kitab Suci (Al Quran) ternyata masih terpedaya untuk Korupsi
misalnya, karena belum mendapatkan atau mencapai penjelasan memadai sehingga
tidak yakin pada saat-saat tertentu, kemudian sebenarnya juga ingin kembali
kepada ayat-ayat Alloh (Tobat) ketika hatinya terbuka walau lingkungan ternyata
membatalkan niatnya, suatu keterpaksaan bila menyangkut banyak orang
(komunitas). Karena itulah sehebat sebersih apapun imej yang dibangun diangkat
ke permukaan hal diri seseorang maka tanpa
penjelasan memadai ayat-ayat Alloh SWT tetap akan sulit terwujud. Yang
betul saja bila “Revolusi Mental Spiritual Moral Ahlak” adalah tanpa ayat-ayat
Alloh SWT, apa mungkin akan dapat terwujud? (yang benar saja).
Bayangkan saja “Komunisme” itu pada awalnya juga
mengusung “Perubahan” bahkan termasuk “Revolusi Mental” yang Spektakuler, walau
pada kenyataannya telah memenggal sedemikian rupa Kebijakan dalam Agama Alloh
SWT yang dipakai untuk ajarannya sehingga ada Ulama merasa cocok dengan prilaku
social yang dianggap lebih “berkeadilan”. Tentu dengan perjalanan filosofi yang
panjang, suatu “pemberontakan” atas sendi-sendi Agama yang sangat kaku,
sehingga berusaha untuk keluar dari kekakuan itu. Istilah: Tuhan Telah Mati!
Menguatkan peyakinan itu untuk suatu terobosan besar bagi “kebebasan” dari
belenggu Agama, padahal dalam gerak social atau Amaliyah, wilayah Agama telah
demikian “merasuk, mengental” untuk tindakan kepada “Keadilan” sebagai bagian
dari sendi Agama, tetapi memenggal Tuhan bagi kebebasannya. Perkembangan
sedemikian dahsyat IPTEK hingga saat ini juga membuang jauh-jauh wajah Tuhan
sehingga sungguh terbebas benak Ilmuwan itu dari kekakuan Wajah Agama (yang
pada masa lalu banyak menghukum mati dirinya). Disinilah betapa “penolakan”
terhadap Tuhan yang dibangun Komunisme serta IPTEK sama sekali spirit hati
mereka menuju Tuhan tidak pernah lenyap bila “keadilan dan kebenaran” termasuk
yang diperjuangkan. Ketundukan hati terhadap Hukum Alam Semesta misalnya, maka
Alam Semesta yang Notabene senantiasa “bersujud bertasybih” kepada Alloh SWT
tetap akan membawa mereka kepada Tuhannya, yang sama sekali tidak disadarinya.
Kekakuan sikap Para Agamawan khususnya Ulama terkadang justru menimbulkan
prasangka terhadap penemuan dan perkembangan teknologi sehingga menjadi gagap
dalam menyikapinya. Bagaimana ketika mula-mula radio dibuat kemudian televisi, pengeras
suara, computer danseterusnya. Sehingga ada
terbersit kekaguman seburuk-buruk imej tentang Komunisme ataupun
Peniadaan Peran Tuhan dalam perkembangan IPTEK justru memaksimalkan keleluasaan
manusia dalam berkreasi berinovasi hingga ke perkembangan menakjubkan pada saat
ini. Akan tetapi semua itu tetap memerlukan Peran Agama sebagai control moral
etika demi meredam gejolak hawanapsu yang kebablasan.
Semua Teori Ilmiah yang “benar” itu tidak lain adalah
ayat-ayat Alloh SWT sebagai gerak-gerik Alam itu sendiri, sehingga pada
kenyataannya baik Agamawan maupun Ilmuwan yang Komunis sekalipun tetap ditarik
dan berjalan menuju Alloh SWT. Walau demikian kalau kita melihat dengan seksama
terbesit kesimpulan baik Agamawan maupun Ilmuwan yang Agamis sesungguhnya masih
banyak yang belum (sempurna) mengenal Alloh SWT. Kalau Para Agamawan (Ulama)
sungguh-sungguh mengenal Alloh SWT pasti “perang” dalam Agama yang sama tidak
akan terjadi yang masing-masing berteriak KeBesaran Tuhan juga Memuji Tuhan.
Demikian pula Antar Agama antar manusia justru saling kuat menguatkan bahu
membahu menuju Alloh SWT, sebagaimana antar seluruh Para Nabi dan RasulNya itu
saling bekerja sama bahu membahu bagaikan membangun “sebuah rumah” bukan saling
berperang hancur menghancurkan, dimana pada kenyataannya Nabi Muhammad SAW
hanya bagian kecil setitik kecil saja seumpama sebuah bata. Tapi pandanglah
bagaimana di Akhirat kelak tiap Nabi akan memiliki Rumah yang sama semisal yang
semua sama-sama terbentuk terbangun oleh Cahaya Alloh Yang Maha Esa Satu,
Cahaya Diatas Cahaya, sebagai karunia Alloh SWT atas mereka. Artinya
“Kebersamaan” sama sekali tidak menjadikan tiap diri mendapat bagian yang
“sempit” sangat sedikit karena dibagi-bagi, justru sebaliknya tiap Nabi akan
mendapat Ilmu Nabi-Nabi lain secara Tanpa Batas, terjadi “perluasan” pandangan,
ketika “disempurnakan” Rahmat Alloh SWT atas dirinya. Sedang bila ada nabi yang
tidak bekerja sama maka yang didapat justru Neraka, pasti itu nabi palsu yang
menuruti ego hawanapsu sehingga yang didapat bukan “Cahaya Alloh SWT”.
Sedemikian rupa “Lingkar” Gerak KeEkonomian yang
dibangun oleh Seluruh Para Nabi dan RasulNya yang hanya untuk Alloh SWT belaka,
sehingga semakin sempurna pengejawantahan itu terjadi, semakin tampak jelas
Adil dan Makmur yang sesungguhnya bahkan “merata” ke seluruh pelosok bumi. Kini
saatnya orang menyadari untuk mengembalikan kekayaan Negara yang sebenarnya
dapat secara langsung kepada Rakyat Negeri ini melalui Baitul Makmur sebagai
bentuk “Kesadaran” untuk mensucikan diri tobat dari kesalahan. Karena
Gratifikasi Uang Panas dansebagainya pastilah untuk keperluan hawanapsu diri
sendiri atau kelompoknya, sedangkan kepada rakyat adalah makna yang berbeda.
Khususnya bila Penyelenggara Negara sendiri belum bersih sepenuhnya, moral mental
spiritual ahlak yang belum berubah secara nyata dan sangat signifikan, sehingga
terasa ada kekhawatiran akan jatuh kemana lagi sesungguhnya kekayaan itu bila
dikembalikan kepada Negara, padahal itulah kewajiban yang seharusnya dilakukan?
Sementara KeEkonomian Alloh SWT itu dibangun bagi dan dari Negara sehingga
termasuk dalam “Penyelenggaraan Negara” bagi kesejahteraan seluruh rakyat
Negeri ini, mungkin pilihan ke Baitul Makmur lebih terasa cocok baginya.
Mungkin hukuman memang dapat menimbulkan efek jera tapi jarang mencapai
“kesadaran hakiki”, sedang penjelasan memadai ayat-ayat Alloh SWT dapat
mencapai menyentuh “kesadaran hakiki” tersebut, dan itulah sesungguhnya yang
diupayakan terlebih dahulu oleh seluruh Para Nabi dan RasulNya. Keberhasilan
Revolusi Mental Spiritual Moral Ahlak akan sangat berhasil bila itu telah
menyentuh sisi “kesadaran” termaksud, hingga ke peyakinan terhadap ayat-ayat
Alloh SWT yang kemudian teraplikasi dalam bentuk prilaku taqwa. Negeri
Pancasila ini memang sangat Religius, karena itu arah sesungguhnya Revolusi
Mental Spiritual Moral Ahlak yang Religiositas adalah amanah dan
pengejawantahan dari Pancasila itu sendiri. Hanya saja Pancasila akan
terkendala makna pada “keterbatasan” bila penjelasannya dengan pendekatan
social budaya atau hasil daya pikir manusia, sedang bila dengan Agama Alloh SWT
maka saat itu sungguh-sungguh dari Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa akan menuju
Rahmatan Lil Alamin ke Semesta Alam Tanpa Batas. Walau demikian semua
penjabaran tergantung hati dan jiwa Bangsa ini dalam menyikapinya, karena
sesungguhnya Pancasila dalam penjabaran hati yang suci murni bersih dapat
menjadi “Revolusi Mental Spiritual Moral Ahlak” yang lebih dahsyat tak
terbayangkan daripada yang terjadi pada Komunisme dansebagainya itu.
Indonesia memang Negeri dengan kekayaan Alam yang luar
biasa, jangankan Ratusan juta bahkan milyaran jumlah pendudukpun daya dukung
Alam masih memadai. Artinya saat ini satu penduduk masih dapat jatah lebih lima
kali lipat dari kebutuhan Normal. Tentu bila kekayaan Alam yang luar biasa ini
dapat dikelola dengan baik, di Laut Darat Udara serta Antariksa, menuju
Rahmatan Lil Alamin dalam jangkauan Wilayah ke Tanpa Batas. Daya dukung Alam
Indonesia sangat cukup untuk mencapai Bintang Gemintang, karena tidak lama lagi
atas petunjukNya serta karuniaNya segala gugusan Bintang Gemintang dapat
digenggam oleh penduduk Negeri ini. Dan memang untuk itulah Tahapan-Tahapan
Ilmu dalam Peristiwa Isra Mikraj akan segera terealisasi, suatu gambaran yang
sangat jelas bahwa IPTEK itu akan mencapai “sempurna” ke Wilayah Tanpa Batas
bila telah memasuki Area Cahaya Diatas Cahaya, dimana masa depan manusia memang
adalah “Cahaya”. Artinya tidak sekedar wujud cahaya dalam Teori Einstein serta
berbagai eksperimen yang telah dilakukan, ataupun apa yang hendak dibangun dan
dicapai oleh Para Ilmuwan dengan Theory of Everything. Karena dengan Peristiwa
Isra Mikraj kita akan semakin akrab dengan yang disebut “Lapisan-Lapisan
Langit”, hingga ke pencapaian Yang Serba Tanpa Batas dengan lebih mengakrabi
Asma ul Husna. Ingat Agama arahnya lebih ke pengertian terbentuk “Langit dan
Bumi”, sedangkan Ilmuwan lebih mengakrabi kejadian “Alam Semesta” sehingga
istilah Langit, apa itu Langit sesungguhnya jelas masih menjadi tanda Tanya
besar dalam benak Ilmuwan. Dan kelak hal jumlah penduduk tidak berapa lama lagi
bumi ini justru “kekurangan” atau sangat kekurangan ketika “penjelajahan”
manusia atas Alam Semesta yang Tanpa Batas ini telah “terwujud”, banyak yang
tidak percaya tentang hal ini, biarlah, siapa yang sebenarnya sungguh yakin
Peristiwa Isra Mikraj? Bahkan sama sekali ragu dengan keyakinannya itu, sangat
dipaksakan, pengetahuan tentang Buraq itu lebih diketahui berupa “hewan”? Semua
akan “semisal” bagaimana manusia memiliki potensi untuk “berjiwa” malaikat maka
“pengetahuan” yang diejawantahkan apakah harus benar-benar berwujud “malaikat”?
Demikian pula dengan wujud Buraq yang seperti hewan “pengetahuan“ yang
diejawantahkan apakah juga harus benar-benar berwujud “Hewan”? Padahal ini
bolehjadi “perumpamaan” yang kita tahu “pesawat” supersonic dansebagainya
banyak “terinspirasi” bentuk “hewan” yang semakin sempurna kecepatan dengan
daya tahan yang juga semakin sempurna, karena itulah bentuk-bentuk hewan yang
“diisyaratkan” bolehjadi harus lebih diselidiki dieksplorasi barangkali akan
menjadi “petunjuk” bagaimana sampai kepada bentuk Pesawat Antariksa yang
sempurna untuk menjelajahi Alam Semesta yang sangat luas ini. Dan sebenarnya
pesawat atau robot yang pintar sekalipun ataupun kendaraan-kendaraan lain maka
sebutan di sisi Alloh SWT memang termasuk jenis “hewan”.
Bahwa Alam Semesta Bintang Gemintang selayaknya hanya
dapat terjelajahi dengan “Hidup Kekal” dimana Asma ul Husna adalah “kunci”
jawaban bagaimana “Hidup Kekal” itu dapat terjadi terwujud. Pengetahuan
tentang “Hidup Kekal” ini sebenarnya
telah terjawab atau sudah ada jawaban konkrit bila saja mau menyimak serta
menyikapi dengan tenang dan sabar uraian-uraian terdahulu. Bagaimana “Lingkar Proses” dalam Asma ul Husna yaitu
dari dan bagi DiriNya Sendiri, dari dan bagi Nama-NamaNya yang Terbaik belaka,
yang bagaikan “Lingkar Proses” Lima
Unsur dari Negeri Cina, maka “Lingkar Proses” Asma ul Husna terpandang
terjabarkan sebagai “KeinginanNya untuk Dikenal” dari Alloh untuk Alloh.
Sebagaimana bunyi hadits Qudsi bahwa pada awalnya Aku adalah Perbendaharaan
Tersembunyi, kemudian Aku ingin dikenal, maka Kuciptakan mahluk, dan melalui
Aku maka mahluk kenal padaKu. Bagaimana sesungguhnya Alloh SWT “Memperkenalkan
DiriNya” bila belum ada mahluk yang tercipta atau diciptakan? Maka Asma ul
Husna itulah sesungguhnya yang hendak “Diperkenalkan” kepada mahluk, dimana
“KeMaha EsaanNya adalah KeMaha Esaan Asma ul Husna”. Atau di dalam “KeMaha
EsaanNya” itulah terpandang suatu bentuk “Keterpaduan” dari Seluruh Asma ul Husna
(Yang Sembilan Puluh Sembilan), dan “Keterpaduan” Asma ul Husna itu adalah
“Pemujian Bagi DiriNya Sendiri”. Dalam hal ini “Dari dan Bagi Nama-NamaNya
Terbaik Belaka”, Dari Alloh untuk Alloh Bagi Alloh adalah “Lingkar Proses
Pemujian Bagi DiriNya Sendiri” termaksud, sehingga Makna KeMaha EsaanNya adalah
KeMaha Esaan Asma ul Husna (Yang Sembilan Puluh Sembilan). Didalam “Lingkar
Proses Pemujian Bagi DiriNya Sendiri, Dari dan Bagi Seluruh NamaNamaNya Terbaik
inilah Tercipta Diciptakan Segala Sesuatu Tanpa Kecuali. Karena itu “Segala
Sesuatu” yang tercipta akan selalu terletak Diantara NamaNamaNya Belaka, Antara
Yang Awal dan Yang Akhir misalnya “Terbentuk Segala Waktu” sedang Antara Yang
Zhahir dan Yang Bathin “Terbentuk Segala Wujud Benda maupun Non Benda, Materi
maupun Non Materi, Jasad maupun Ruhani Dansebagainya”, sehingga tidak
sesuatupun pasti Tercipta “Diantara” NamaNamaNya Terbaik belaka, sehingga
demikian itulah Makna KeMaha Esaan Asma ul Husna.
Disinilah sebenarnya letak titik temu antara Teori
Ilmiah “Dentuman Besar” dengan Agama yang hakekatnya sama-sama untuk memahami
Alam Semesta yang Tercipta sedemikian rupa. Bagaimana Awal Alam Semesta
termaksud selaras seharmoni karena sekaligus merupakan “pengejawantahan
KeinginanNya untuk Dikenal” sehingga di dalam “Dentuman Besar” sekaligus
terkandung Amanah Alloh SWT “Aku ingin Dikenal”. Karena itu apapun yang
kemudian Terbentuk dibentuk tercipta dicipta mengandung “Keinginan untuk
Dikenal”. Jadi Dentuman Besar lebih merupakan Teriakan Suara “Aku Ingin Dikenal”
(Ingin Dinamai). Ini berkaitan dengan “mengapa mahluk yang mau menerima Amanah
Alloh SWT” fitrahnya berusaha mengenal (menamai) segala sesuatu segalanya Tanpa
Kecuali. Jadi bisa dikatakan “Dentuman Besar” adalah kata lain dari Gerak
Absolut sebagai KeinginanNya untuk Dikenal, merupakan Gerak, merupakan Suara,
merupakan Firman, semua secara utuh menyatu dalam segalanya, menyatu dalam
Segala Penciptaan, demikian itulah bila yang Serba Non Lokalitas bersuara
(hasilnya Dentuman Besar) yang justru terjadilah Segala yang Lokalitas secara
Tanpa Batas. Bila Didiagramkan atau gambaran Penciptaan itu berbentuk Bulat
(Lingkaran) sebagaimana wujud “jam”, walau angka-angka hanya sampai DuaBelas
akan tetapi sebenarnya merupakan “lintasan-lintasan waktu” yang Tanpa Batas.
Maka jarum dari titik Nol (sama dengan
DuaBelas atau DuaBelas sama dengan Nol) bergerak sedemikian rupa “berputar”
menuju angka Satu hingga ke DuaBelas terus ke Satu lagi danseterusnya, demikian
itulah Alloh SWT menjadikan Segala yang Lokalitas. Bahwa di dalam “Lingkaran”
sebentuk jam tersebut adalah Wilayah yang Serba Lokalitas, karena ada “jarum”
penunjuk waktu maka terpandanglah secara sangat jelas “Yang Serba Lokalitas”
tersebut. Hal inipun tersyirat dalam “gerak” manusia mengelilingi Kabah, serta
segala perputaran Alam Semesta antar planet antar galaksi antar segala gugusan
bintang gemintang danseterusnya. Katakanlah “jarum jam” bergerak “mengarsir”
seluruh isi lingkaran, demikianlah sebuah “perjalanan waktu” sebagai
waktu-waktu yang diperlukan untuk terjadi “penciptaan” segala sesuatu.
Waktu-waktu ini penting untuk dapat mengenal lebih
dekat lebih logis untuk lebih memahami “kun, faya kun”, serta juga semakin
dapat dimengerti dan dipahami tentang qadar-qadar di sisi Alloh SWt satu hari
memiliki qadar seratus ribu tahun, misalnya. Jangan pandang sebuah Diagram jam
sebagai satu saja, karena didalamnya terpandang lingkaran-lingkaran jam secara
Tanpa Batas, karena bagi segala kejadian ada waktu-waktunya, sebagai waktu yang
diperlukan untuk tiap kejadian. Sehingga kun, faya kun itu lebih kepada “Sebuah
Lingkaran Waktu” tersebut terambil diejawantahkan sedemikian rupa untuk “Sekali
Jadi” langsung jadi, tidak lagi mengikuti tahap-tahap yang sangat umum dan
normal detik demi detik sesuai waktu yang diperlukan dengan prosedur “waktu
Duniawi” secara umum. Karena itu waktu “kun, faya kun” selayaknya juga suatu
procedural waktu yang sebenarnya sangat Rasional bila dengan penjelasan
memadai. Lebih jauh masalah “kecepatan gerak” jelas sangat berkaitan dengan kejadian-kejadian
termaksud diatas yang secara fisika ada Tiga Wilayah yaitu Cahaya (dimana
tercipta malaikat), hingga terus melambat di bawah kecepatan Cahaya sebagai
Wilayah “api” (tercipta jin) dan semakin lambat ataupun terpandang seakan
“diam” sebagai wilayah “Tanah/Bumi”. Karena itu terkadang untuk kejadian
sesuatu dapat dilihat dengan kecepatan mana, apa Cahaya, apa Api, apa
sebagaimana kebiasaan sehari-hari mengikuti tahap-tahap yang secara umum
lambat. Sedang Kun, faya Kun adalah Wilayah dengan kecepatan Cahaya Diatas
Cahaya itulah Wilayah Lapisan-Lapisan Langit. Maka pada saatnya nanti kita akan
lebih jelas lagi apa sesungguhnya “Langit” itu? Karena dalam penciptaan Langit
dan Bumi secara Kun, faya Kun, insyaAlloh istilah Hari (masa) bagi pembentukan Alam
Semesta, Hari pertama danseterusnya. Bagaimana Alam Semesta ini dibentuk
terbentu dicipta tercipta yaitu hanya dalam beberapa Hari saja sesuai Ayat-Ayat
dalam Kitab SuciNya akan segera dapat dimengerti dan dipahami (yang didalamnya
akan sangat jelas memang penuh dengan permisalan-permisalan
perumpamaan-perumpamaan persamaan-persamaan serta yang disebut “Barokah”
sebagai bagian dari kekuatan-kekuatan Langit sehingga sepotong roti atau
sepanci gulai kambing bisa dimakan banyak orang dimana seluruh kampung bisa
kebagian, sama dan sebangun dengan roti atau gulai awal.)
Bahwa KeinginanNya untuk “Dikenal” adalah juga
KeinginanNya Untuk Mengenal DiriNya Sendiri, maka disinilah fungsi Mahluk atau
Mahluk adalah yang difungsikanNya untuk “mengenalNya”, sehingga Mahluk yang
diciptakanNya itu adalah untuk sebagai “WakilNya dalam MengenalNya”, yaitu
mahluk yang memiliki “PandanganNya untuk MemandangNya.” Mahluk yang
penglihatannya, pendengarannya serta hati (akal)nya bukan dari (dengan) dirinya
sendiri lagi melainkan dari (dengan) Alloh SWT. Mahluk yang menjadi “wakil”
itulah disebut “kalifah”, yang tidak lain juga dengan “kekuatanNya” belaka, dan
mahluk demikian inilah yang “hendak” diciptakanNya untuk sebagai kalifah, akan
tetapi terjadi “penolakan” oleh mahluk ciptaanNya yang lain, yang kemudian
menjadi tantangan dan musuh agar mahluk tersebut “gagal” terbentuk menjadi
kalifah. Didalam “gerak” pengenalan DiriNya Sendiri, yang merupakan “Gerak”
KeinginanNya untuk Dikenal, maka “Gerak” inilah yang menjadi “Hukum” Alloh SWT,
AgamaNya, Fitrah Alloh, Kekal dan Tidak Ada Perubahan atas (Gerak) Hukum Alloh
SWT itu, sebagaimana “Tidak Pernah Ada Perubahan Atas Asma ul Husna”, maka
“mahluk” itu juga menjadi “Kekal” Didalam KeMaha Kekalan Asma ul Husna, Yang
Serba Tanpa Batas tersebut, sebagaimana Makna dari Asma ul Husna itu Sendiri.
Mahluk menjadi “Kekal” bila telah “sempurna” memiliki KekuatanNya Yang Serba
Maha tersebut, kekuatan yang lebih lebih dan lebih kuat dari segala Kemaha
Dahsyatan Alam Semesta Langit dan Bumi, sehingga segala KeMaha Dasyatan Alam
Semesta Langit dan Bumi Tidak dapat “menghancurkannya”.
Untuk itu kita telusuri jauh ke belakang yaitu Bagaimana Sejak Awal atau saat “sebelum”
terbentuk Alam Semesta Langit dan Bumi maka yang Ada Hanya Asma ul Husna, Dzat
Yang Serba Maha, Tidak Ada Selain Itu.
Ketika memiliki “Keinginan” untuk Dikenal mulailah (terjadi) Gerak Dari
dan Bagi DiriNya Sendiri, Dari dan Bagi Nama-NamaNya Sendiri Belaka. Bahwa
Alloh adalah Dzat sebagaimana Nama-NamaNya Terbaik, didalam EsaNya “perpaduan”
Nama-NamaNya adalah Gerak Kekal Alam Semesta, Sunnatulloh, Fitrah Alloh,
Firman-FirmanNya belaka, Ayat-AyatNya belaka, itulah AgamaNya. Jadi “sebelum”
Alam Semesta Langit dan Bumi terbentuk, yang lebih dahulu “terbentuk” adalah
Kitab SuciNya paling Sempurna, AgamaNya Paling Sempurna yang tidak ada yang
lebih sempurna dari itu. Dan itulah “Pengenalan DiriNya Paling Sempurna”, Kitab
Suci Terlengkap dan Tersempurna, yang Nabi Adam AS juga mengetahui memandang
dan mengenalnya sebagai “Nur Nabi Muhammad SAW”, sosok mahluk yang diturunkan
Kitab Suci Paling Sempurna oleh Alloh SWT kelak. Pertanyaannya mengapa Kitab
SuciNya paling sempurna, Pengenalan DiriNya paling Sempurna itu sudah “Ada”
sebelum terjadi Alam Semesta Langit dan Bumi? Kemudian mengapa di Akhirat kelak
Kitab SuciNya Paling Sempurna (Al Quran) itu pulalah yang terpandang di “sisi”
Alloh SWT berupa Dua Keping Lauhil Mahfuz yang amat besar? Bahwa sebelum ada
sosok-sosok mahluk yang dapat (mau) menerima “Amanah Alloh” maka segala yang
terbentuk tercipta bersih suci dari “Keingkaran” perintah dan larangan Alloh
SWT, semua tunduk patuh hanya mengikuti Hukum “Kemurnian” Asma ul Husna yang
sama sekali bebas dari “keterlibatan” ego hawanapsu mahluk dalam memuliakan
Alloh SWT, dalam menyembah Alloh SWT sehingga api yang ada api murni yang
kekal, cahaya yang murni kekal, yang ada hanya Ego Alloh SWT, tidak ada ego
mahluk sedikitpun. Artinya semua mahluk yang tercipta baik malaikat dan jin
hanya memiliki Ego Alloh SWT tidak memiliki ego diri mahluk itu sendiri,
sehingga pada waktu itu penglihatannya pendengarannya dan hati (akal)nya hanya
murni dari Alloh SWT, bahkan jin tidak memiliki “napsu” (pengingkaran)
sedikitpun. Pada waktu itu malaikat dan jin sama-sama hidup dalam Surga Alloh
SWT sehingga tidak dimungkinkan adanya prilaku buruk atau yang “menyimpang”
dari Kehendak Alloh SWT dari Keinginan Alloh SWT. Dan karena Surga itu
selamanya hanya berisi Kekuatan-Kekuatan Maha Kuat Yang Serba Maha, “Murni”
Asma ul Husna secara langsung (inilah “Kemurnian” Asma ul Husna), sehingga
merupakan “Fitrah Alloh SWT” belaka, Kalimat-Kalimat Alloh SWT belaka.
Kelemahan yang ada pada jin dan malaikat, serta semua ciptaanNya Langit, Bumi
dan Gunung-Gunung adalah tidak memiliki pengetahuan tentang “nama-nama” (benda)
seluruhnya, walau tahu wujud semua benda bagaimana terbentuknya akan tetapi
tidak dapat “menamai”. Sedang “Amanah” Alloh SWT itu, “Pengenalan DiriNya
Sendiri” itu adalah melalui nama-nama atau penamaan-penamaan sesuai menurut kejadian dan sifat yang
“melekat” pada wujud (benda) yang hendak “dinamai”. Karena nama-nama dari segala sesuatu yang
diciptakanNya dibentukNya dijadikanNya semua yang “terbentuk” semuanya
segalanya adalah “jalan” untuk “Mengenal DiriNya secara Sempurna”, sebuah
“Proses” menyeluruh “MengenalNya, Memuat Alloh SWT dihatinya”, sehingga “Amanah
Alloh SWT dapat sempurna terpikul oleh manusia”. Ini artinya “Sebagai
Perbendaharaan” belum ada mahluk yang mengenal sehingga “Masih Tersembunyi,
Masih Gaib”, Gaib tapi sungguh-sungguh “Ada” hanya belum “Dikenal”, maka untuk
itulah sesungguhnya Alloh SWT menciptakan mahluk manusia sebagai “kalifah” yang
tidak lain untuk MengenalNya Yang Maha Gaib itu hingga sempurna. Artinya pada
waktu itu “Sebagai Perbendaharaan Tersembunyi”, sebagai Suara, sebagai Teriakan
yang “melekat” pada segalanya, pada segala sesuatu termasuk Alam Semesta itu
sendiri, suatu bunyi agar “Dikenal” akan tetapi tidak ada yang sanggup
menerimanya. Karena itulah pada saat-saat demikian itu Amanah Alloh SWT “Aku
Ingin Dikenal” lewat dan tembus begitu saja saat ditimpakan kepada Langit Bumi
dan Gunung-Gunung, semua menembus dan tidak menetap, sampai kemudian terbentuk
tercipta “sosok-sosok tubuh manusia” yang tiba-tiba dapat “menetap” di hatinya,
hati (akal) manusia “sanggup” menerima, maka “dipikullah” Amanah Alloh SWT itu
oleh manusia. Pada saat itulah manusia mulai memahami mengenali segala sesuatu
(diajarkan oleh Alloh SWT nama-nama seluruhnya). Dimana tempat manusia saat itu
adalah Surga, itulah Surga Adam, sosok manusia yang hendak dijadikanNya sebagai
kalifah. Surge itulah yang memang akan menjadi tempat bagi manusia kelak bila
telah menjadi kalifah. Itulah Surga yang di “sisi” Alloh SWT dalam KeMaha
Luasan Yang Tanpa Batas sebagaimana Makna dari Asma ul Husna itu Sendiri yang
akan ditempati “kalifah” yang dijadikanNya dengan proses Duniawi yang sementara
dan tidak kekal.
Dalam uraian terdahulu telah disinggung apa dan
bagaimana “Proses Hisab Akhirat” itu yang akan terjadi pada diri mahluk
khususnya manusia dan jin, bagaimana Alam Semesta itu secara Absolut
dihantamkan ditimpakan atau penghancur leburan penghancur luluhan Alam Semesta
secara menyeluruh Absolut menjadi wujud menyeluruh zarah-zarah itu dihantamkan
ditimpakan atas mahlukNya khususnya manusia dan jin sebagai “Amanah Alloh SWT”.
Banyak yang sebenarnya belum memahami “Apa Kiamat Kubro” itu sesungguhnya,
Akhirat serta Hisab, padahal semua jawabannya ada di dalam Peristiwa Isra
Mikraj, yang semakin dijelajahi akan semakin terkuak terbuka pengetahuan macam
apa sesungguhnya yang terkandung didalamnya. Karena bila seluruh Alam Semesta
ini sungguh “Hancur-Luluh” maka yang terpandang tidak lain Ayat-AyatNya Belaka,
Dua Keping Lauhil Mahfuz Yang Amat Besar, itulah Pengenalan DiriNya Paling
Sempurna, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW sebagai Kitab Suci Al Quran
yang isinya melingkupi seluruh Kitab-KitabNya yang lain seluruhnya semuanya
sejak Nabi Adam AS. Sebagaimana kita ketahui bahwa apa yang diturunkan Alloh
SWT kepada Seluruh Para Nabi dan RasulNya adalah Nilai-Nilai Surgawi, Nilai-Nilai
yang akan menyampaikan mahluk manusia kepada Wilayah KeTak Terbatasan dengan
Kehidupan Kekal didalam Surga itu. Karena itulah istilah “permisalan” dengan
pengertian dan pemahaman yang lebih luas dimana aplikasi sesungguhnya memang
tidak sesederhana yang terbayangkan akan melingkupi benda-benda seluruhnya juga
sifat-sifat yang melekat didalamnya. Utamanya permisalan bagi terbentuk bumi
kita ini, dimana “kesempurnaan” bumi kita ini terbentuk juga akan dapat
menjelaskan planet-planet lain yang terbentuk “kurang atau tidak sempurna”,
sebagaimana “perbedaan” antara Kesempurnaan Kitab Suci Al Quran dengan kekurang
sempurnaan Kitab-Kitab sebelumnya, (Al Quran tentu lebih sempurna dari Kitab
Taurat) padahal sangat jelas bagaimana Nabi SAW telah mempermisalkan dirinya
dengan Nabi Musa AS, pada akhirnya pasti akan
ada jawaban mengapa di sisi Alloh SWT (hal penciptaan) maka yang
diciptakanNya hanyalah “Langit dan Bumi” yang dalam persepsi Penulis justru
mengandung pengertian yang sangat-sangat kental dengan istilah
“permisalan-permisalan” termaksud.
Katakanlah dengan wujud-wujud “permisalan” atas segala
kejadian termaksud maka kejadian-kejadian Di Seluruh Alam Semesta Bintang
Gemintang menjadi dapat teringkas
sedemikian rupa cukup dengan sebutan penciptaan “Langit dan Bumi”. Artinya
dengan kejadian Langit dan Bumi, maka sudah mencakup kejadian “seluruh planet”
gugusan-gugusan Bintang Gemintang bahkan zarah-zarah dalam KeMaha Luasan Tanpa
Batas. Disinilah betapa kejadian Langit dan Bumi mengandung didalamnya banyak
kejadian-kejadian “semisal” antar planet, galaksi yang satu dengan galaksi yang
lain (secara keseluruhan) misalnya sehingga cukup dengan sebutan Langit dan
Bumi, sungguh mencakup keseluruhan yang “semisal”, walau Cuma sebuah bulan atau
matahari, atom-atom, sel-sel, zarah-zarah tidak meninggalkan yang besar maupun
yang kecil, baik Langit dan Bumi makro maupun mikro (yang dengan secara mikro
misalnya akan lebih dimengerti tentang Alloh SWT lebih dekat dari urat nadi di
leher kita). Dan bila dikembalikan maka akan kembali menjadi sesuatu yang
“padu” belum ada “pemisahan” antara Langit dan Bumi. Bahwa penciptaan segala
sesuatu itu bila menurut Agama akan demikian sederhana sekaligus sangat-sangat
kompleks kalau itu untuk kepada penjelasan paling sempurna memadai yang sangat
detail langsung tuntas sampai pokok-pokok permasalahan yang benar-benar tidak
berubah lagi disebabkan memang tidak pernah ada “perubahan” dalam Hukum Alloh
SWT AgamaNya tersebut. Sedangkan penciptaan atas segala sesuatu Alam Semesta
Bintang Gemintang bila menuruti manusia dengan segudang Teori yang digagas
hingga kini masih terus dalam pencarian serius dan intensif hingga kepada
kesimpulan-kesimpulan menurut perhitungan-perhitungan sedemikian rupa, antara
lain disebutkan bahwa umur bumi kita baru empat setengah milyar tahun. Tentu
dengan perjalanan panjang mengikuti Teori-Teori yang memanjang dari hilir ke
hulu awal ke akhir sejak terjadi Dentuman Besar awal mula terjadi terbentuk
Alam Semesta ini. Akan tetapi apakah nanti umur bumi kita ini masih akan
berubah bila ditemukan data-data terbaru yang lebih valid atau bila ada konsep
lain, entahlah kecuali memang benar-benar telah final.
Dengan memahami tentang hakekat penciptaan Langit dan
Bumi diatas, maka sekali lagi hendaknya dalam memahami Ayat-Ayat Alloh SWT
jangan terjebak pada sifat-sifat yang sangat Lokalitas, karena sesungguhnya
seluruh Ayat-Ayat Kalimat-KalimatNya pasti Rahmatan lil Alamin Non Lokalitas,
dari Alloh SWT yang menuju Alloh SWT sesuai makna Asma ul Husna yang Sembilan
Puluh Sembilan Serba Maha Serba Non Lokalitas. Pemahaman tentang penciptaan
Langit dan Bumi seharusnya menjadi Rasional, bukan menuju Alam Khayal yang
mengawang-awang yang semakin tidak dapat dipahami dan dimengerti khususnya
dengan pendekatan secara IPTEK misalnya. Masalahnya sejauh ini sikap kekakuan
dari otoritas KeAgamaan masih kuat terasa, belum dapat cair sepenuhnya, yang
lebih disebabkan “keterjebakan” kembali pada sifat-sifat yang sangat Lokalitas,
sehingga belum dapat menerima pendapat-pendapat berbeda. Padahal bila saja
lebih mendalami secara sungguh-sungguh “permisalan-permisalan” yang sedemikian
Luas sedemikian Kaya dengan keaneka ragaman Tak Terbatas pada “Kebenaran” yang
jelas-jelas “melekat” pada seluruh Para Nabi dan RasulNya, karena sama-sama “Kebenaran”
berasal dari Alloh SWT Tuhan Yang Maha Esa, maka “penerimaan” atas pendapat
yang berbeda lebih Persuasif, dan bila “melenceng, menyimpang” maka yang
ditonjolkan “nasehat” dengan argumen dan penjelasan memadai, sehingga dapat
“sahih” sebagai tolok ukur. insyaAlloh “Nasehat” merupakan kata kunci dengan
makna yang lebih arif bijak lebih adil untuk dapat diterima semua pihak.
Bagaimanapun pengetahuan tentang kejadian Langit dan Bumi merupakan kunci untuk
dapat memahami Alam Semesta Bintang Gemintang sehingga akan berhasil
menjelajahinya, manusia sungguh akan memiliki kehidupan Tanpa Batas. Jadi
pahamilah apa itu Kiamat Kubro sesungguhnya, karena bolehjadi “Hancur Luluh”
Alam Semesta ini hanyalah perumpamaan walau sungguh merupakan “Pemandangan”
yang sebenarnya yaitu sebagaimana Nabi Musa AS memandang Gunung Thursina itu
“Hancur Luluh” padahal sesungguhnya Gunung Thursina itu “Tetap Ditempatnya”,
saat Hancur Luluh maka yang terpandang adalah Ayat-AyatNya Belaka (Kitab Suci
Taurat) berupa Sepuluh Perintah Alloh SWT. Maka ketika Alam Semesta ini “Hancur
Luluh” bisa dipastikan Ayat-Ayat Alloh SWT pula yang akan terpandang berupa Dua
Keping Lauhil Mahfuz yang Amat Besar (Kitab Suci Al Quran), sebagai Nilai-Nilai
Surgawi Tersempurna, Pengenalan DiriNya Paling Sempurna.
Hal yang harus dipahami dan dimengerti “Hisab” atas
segala Agama adalah Kitab Suci Al Quran yang di Lauhil Mahfuz, karena isinya
paling sempurna serta “menyempurnakan” seluruh Kitab-Kitab sebelumnya. Maka
ketika Cahaya Al Quran yang terpandang sebagai Nur Nabi Muhammad SAW
“mengejawantah” saat itulah semua “Kebenaran” di seluruh pelosok Alam Semesta
Bintang Gemintang dari segala Agama Tanpa Kecuali akan muncul ke permukaan
termasuk Agama Nabi Adam AS, walaupun telah dikelilingi sepenuhnya oleh perkataan
syaitan yang terkutuk, sehingga “tersembunyi” sedemikian rupa dari pandangan
manusia. Padahal semua “kebenaran” itu
selalu terjaga dijaga langsung oleh Alloh SWT sebagai MilikNya Sendiri, dari
Kemurnian KeMaha Sucian DiriNya Sendiri, adalah Prilaku AhlakNya Sendiri, yang
pasti naik ke sisi Alloh SWT terkumpul sebagai ayat-ayatNya. Hisab itu lebih
kepada “persesuaian” secara “menyeluruh” dengan Kitab-Kitab SuciNya dengan
sesempurna-sempurnanya, sehingga bukan sekedar keteladanan dari prilaku seluruh
Para Nabi dan RasulNya melainkan dengan isi Kitab SuciNya itu sendiri secara
menyeluruh. Dengan demikian isi seluruh
Kitab Suci Al Quran yang Di Lauhil Mahfuz itu dihantamkan ditimpakan atas
diri-diri mahluk seluruhnya termasuk diri dan umat Nabi Adam AS yang semua
pasti juga menjalani “Hisab”, sehingga Kekuatan-Kekuatan Alloh SWT itu secara
sempurna sepenuhnya ada pada diri mahluk tersebut. Sekali lagi ini tidak
sekedar “Keteladan” prilaku Nabi termasuk prilaku Nabi Muhammad SAW sewaktu
hidup yang kita semua tahu hanya meliputi wilayah sangat terbatas di wilayah
Arab, melainkan harus meliputi Seluruh Wilayah Alam Semesta Bintang Gemintang
Langit dan Bumi yang kita kenal sebagai Wilayah Surgawi yang Sungguh Tanpa
Batas sesuai makna Asma ul Husna. Maka “Penetapan” Kekuatan-Kekuatan Alloh SWT
inilah yang akan didapat diri-diri manusia tersebut setelah “Menjalani Hisab”
yang dengan KekuatanNya tersebut dirinya menjadi “Kekal” hidup dalam Surga yang
dijanjikan. Karena meliputi Seluruh Alam Semesta Bintang Gemintang Langit dan
Bumi secara Tanpa Batas inilah maka “Kiamat Kubro” itu pasti terjadi, sehingga
terpandang secara “Menyeluruh” Hukum Alam Semesta itu sendiri, Fitrah Alloh,
Sunnatulloh, Kitab Suci Al Quran yang di Lauhil Mahfuz, sebab itulah “Nilai-
Nilai Surgawi” yang berlaku di Akhirat.
Dengan demikian apa yang tergambar dalam Peristiwa
Isra Mikraj seharusnya bukan sekedar perjalanan yang naik ke sisi Alloh SWT
melewati Langit demi Langit melainkan bagaimana seluruh mahluk mendapat
pelajaran cara menuju Sidratul Muntaha serta SurgaNya. Harus berprilaku
berahlak Alloh SWT dengan mengikuti ayat-ayat dalam seluruh Kitab SuciNya, yang
aplikasi prilakunya itu melingkupi segala bidang kehidupan. Termasuk
KeEkonomian Alloh SWT yang Rahmatan Lil Alamin dimana “lambat atau cepat” akan
menihilkan yang disebut “mata uang”, karena itu Sistem KeEkonomian ini sungguh
bebas dari Krisis Keuangan macam apapun, bahkan dalam Lima Tahun ke depan bila
dikehendaki Rupiah Bisa sejajar bahkan lebih tinggi dari Dolar serta mata uang lainnya.
Akan tetapi sedemikian rupa Sistem KeEkonomian Alloh SWT ini yang sama sekali
jauh dari sifat Kapitalistik, semakin berhasil justru di seluruh pelosok bumi
menjadi Adil Makmur Tanpa Kecuali. Karena itulah selayaknya Negara-Negara lain
jangan mencurigai Indonesia akan menjadi Perusak Tatanan Duniawi yang kini
berjalan, yang seakan terpandang mulus, padahal senantiasa muncul pergolakan
dan ketidak stabilan bahkan terkadang diluar prediksi Negara bersangkutan. Dan
seharusnya Negeri ini dapat menghapus segala kebijakan yang semakin menjauhkan
rakyat untuk berperan serta demi menumbuhkan keekonomian yang Rahmatan lil
Alamin. Sangat mengherankan suatu komoditas yang memiliki “nilai ekonomi
tinggi” justru dibuat kebijakan-kebijakan yang komoditas itu hanya dapat
diakses oleh orang-orang tertentu, sangat kapitalis. Karena itu harus ada
“Regulasi” kebijakan sehingga rakyat dapat bebas mengakses komoditas-komoditas
tersebut sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan, tentu juga dengan arahan
memadai agar produk yang dihasilkan dapat menjadi produk unggulan. Produk yang
berasal dari jati serta kayu keras lain yang sepadan semisal kwalitasnya,
dimana Hukum yang diberlakukan dari penjajahan yang kapitalistik, padahal
pemberdayakan masyarakat luas sedemikian rupa justru berpotensi lebih
menyejahterakan rakyat. Kebertanggung jawaban rakyat atas perkayuan secara
langsung justru demi mencegah pembalakan liar serta demi mencegah kerusakan
hutan yang kini sudah sangat parah, dimana semua ini lebih karena pengabdiannya
kepada Tuhan Yang Maha Esa Alloh SWT.
Kemudian “Perencanaan dalam pembangunan jalan” selain
aplikasi “Kelistrikan” bisa dilakukan, dimana semakin “berat “ beban justru
semakin banyak daya listrik yang akan didapat (dihasilkan), maka teknologi
sederhana ini pada “kemacetan” ruas-ruas di perkotaan menjadi penghasil energy
yang lebih ramah dan tidak terbuang percuma seperti yang terjadi selama ini.
Dan batas sisi-sisi jalan bisa saja dibuat dari accu atau batere sebagai wadah
pengumpul energy, tentu akan ada banyak kegunaan lain karena riset-riset di
bidang IPTEK terus berkembang dengan aplikasi-aplikasi yang semakin canggih di
masa depan. Kendaraan-kendaraan yang melayang dan sungguh saling tidak
“bersentuhan” sebuah pengembangan pengetahuan dari sifat Kasih Sayang Alloh SWT
(bagian dari Teknologi Asma ul Husna termasuk didalamnya Teknologi Buraq)
perwujudan yang saling tarik menarik atau tolak menolak yang secara kasat mata
terpandang pada pergerakan antar planet antar bintang dansebagainya. Pada Teori
Kuantum serta Nanotek sebagai Teknologi Terapan akan semakin diberdayakan
diakrabi walau dimulai dengan kesederhanaan sedemikian rupa mengikuti dana-dana
yang memang sangat terbatas. Akan tetapi karena dasar pemahaman semua ini
adalah Asma ul Husna, Teknologi yang ada terkandung dalam Ayat-Ayat Alloh,
Teknologi Cahaya Diatas Cahaya , Teknologi Maha Sempurna yang Tahapan-Tahapan
semua ini sangat jelas tergambar dalam Peristiwa Isra Mikraj, maka kita semua
selayaknya menyadari memang sedang dibawa menuju Teknologi Maha Sempurna
tersebut. Alam Semesta sebenarnya dapat “terdeteksi” bagaimanapun wujud dan hakekatnya dalam
warna-warna cahaya hingga ke pendeteksian muatan-muatan yang melekat padanya.
Pendeteksian sehingga muatan-muatan positif ataupun negative itu memungkinkan
terjadi aplikasi teknologi demi mengubah benda yang kita naiki dengan
muatan-muatan yang sama agar tidak terjadi tabrakan bahkan dengan cara yang
otomatis. Yang jelas pada saatnya Teknologi yang berdasarkan Asma ul Husna
khususnya Nama-NamaNya Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang yang dalam hal ini
lebih sebagai prilaku Al Hadid yang telah terbaca oleh manusia dapat lebih
didalami.
Pembangunan jalan baru utamanya di Luar Jawa maka
untuk “lahan jalan” paling tidak lebarnya 300M (Tiga Ratus Meter), katakanlah
jalan harus bisa menghidupi dirinya sendiri, dalam hal biaya perbaikan ataupun
perubahan infrastruktur tidak harus seluruhnya dari Pusat, sehingga harus
dirancang sedemikian rupa, akan diatur baik di kanan di tengah maupun di kiri.
Selain itu insyaAlloh ada teknologi yang berkaitan dengan gravitasi betapapun
berat beban akan dapat diringankan sehingga tidak akan terjadi kerusakan.
Artinya pembangunan yang ada sekarang ini, termasuk rancang bangun Perlistrikan
untuk penerang jalan dansebagainya harus ada aplikasi yang memadai serta
perencanaan yang matang melihat ke masa depan. Dan Negeri ini harus bisa
memanfaatkan semaksimal mungkin IPTEK bila tidak ingin selalu dalam keruwetan
kekisruhan kerumitan serta permasalahan-permasalahan lain. Juga seharusnya para
pengguna jalan tidak perlu bayar seperti pada jalan tol selama ini. Di bidang
“Kelistrikan” bolehjadi kita harus membangun PLTN akan tetapi selayaknya
bekerja sama dengan seluruh Negara Kawasan Sekitar karena kita memiliki banyak
pulau yang bisa dipakai untuk membangun PLTN tersebut, disamping itu kita
sungguh sudah memiliki Sumber Daya Manusia untuk pembangunan Pembangkit Listrik
Tenaga Nuklir tersebut, sehingga pada kenyataannya kita termasuk Negara yang
telah sangat siap untuk dapat mewujudkannya. Walau lahan pada jalan termaksud
pada sisi tertentu dapat ditanami tanaman keras semisal jati yang harganya
sangat lumayan untuk biaya jalan ke depan, akan tetapi berbagai tanaman obat
yang lengkap serta pertamanan yang menyejukkan hati juga sangat layak dibudi
dayakan. Sekali lagi banyak aplikasi-aplikasi yang memungkinkan lahan jalan
termaksud dapat menghasilkan nilai tambah baik dari unsure IPTEK maupun yang
Alami berupa tanaman. Demi menuju wilayah yang Non Lokalitas selayaknya jangan
lagi terjebak pada sifat-sifat yang sangat Lokalitas. Untuk itu kita harus
dapat menyimak “perbedaan” antar yang Non Lokalitas dengan yang sangat
Lokalitas, dimana yang Non Lokalitas akan selalu berada dalam “Kemurnian” Asma
ul Husna yang Tanpa Batas, sedang yang sangat Lokalitas pasti terbatas,
bersifat sementara, tidak kekal juga tidak suci ataupun kesucian semu,
fatamorgana, ketika ditarik naik ke sisiNya pasti tidak akan sampai pada KeMaha
SempurnaanNya. Siapapun yang tidak dapat sempurna mendapatkan
Kekuatan-KekuatanNya pastilah dirinya akan hancur dan hancur kalah oleh Kemaha
dahsyatan Alam semesta Langit dan Bumi, demikian itulah gambaran tentang
Neraka. Jadi hanya yang memiliki Kekuatan-Kekuatan Alloh SWT (terjadi setelah
dirinya menjalani “Hisab”) yaitu dengan kekuatan yang lebih lebih dan lebih
kuat dari segala kemaha dahsyatan Alam Semesta Langit dan Bumi maka dirinya
dapat masuk Surga. Karena Surga itu isinya Kekuatan-Kekuatan Serba Maha Belaka,
tidak ada yang dapat memasuki melainkan mahluk yang juga memiliki Kekuatan
Serba Maha pula, semua tidak lepas dari Asma ul Husna. Adanya doa memohon
kebahagiaan di Dunia dan kebahagiaan di Akhirat, ternyata banyak yang mengira
dengan bergelimang kemewahan luar biasa di Dunia ini, akan juga dapat dapat
kemewahan yang lebih luar biasa lagi di Akhirat, padahal apakah dirinya
termasuk yang berprilaku Adil? Karena salah satu Nilai-Nilai Surgawi itu adalah
Adil, sehingga tidak akan masuk Surga bagi yang tidak berprilaku Adil, atau
yang membiarkan manusia lain mati kelaparan padahal dirinya termasuk yang
sangat sanggup untuk menolongnya, sebenarnya mereka mengetahui, jadi ini hanya
berusaha mengingatkan saja agar tidak terlanjur menyesal nantinya, khusus bagi
yang hidup bermewah-mewah. Sebagai seorang hamba betapa ingin kita semua seluruh
manusia dapat segera mengerti isi Kitab Suci Al Quran untuk dapat menyimak
uraian-uraian ini.
Pada dasarnya siapapun yang mau “menyumbangkan”
hartanya dengan keikhlasan kesadaran akan tujuan-tujuan Terbaik bangunan
Keekonomian seluruh Para Nabi dan RasulNya ini, dari Agama manapun sejak Nabi
Adam AS, insyaAlloh Surga adalah layak baginya ataupun keringanan yang sangat
atas azabNya. Sebagai balasan karena apa yang disumbangkan itu untuk memuliakan
Ayat-Ayat Alloh SWT yang menjadi Rahmatan lil Alamin sesuai KeMaha Luasan
Surga, dan karena yang dibangun sungguh Nilai-Nilai Surgawi. Disamping itu jika
diminta Penulis tentu bersedia memberi arahan/saran/informasi khusus bagi
Negara yang mau menerapkan Sistem ini, karena seluruh Negara berhak atas Rahmat
Alloh SWT. Bijaksanalah dalam pengelolaan Negara, jangan terpedaya oleh
bentuk-bentuk “perbedaan” dimana sifat-sifat yang sangat Lokalitas pengaruhnya
luar biasa bila untuk saling menghancurkan. Utamanya karena Dialog Antar Umat
Beragama adalah Dialog Antar Para Nabi dan RasulNya, maka walau tiap Negara
agak berbeda tapi sebenarnya “semisal” dan semua pasti menuju Asma ul Husna.
Dan semua sebenarnya tergantung Pemimpin Negari, dimana bila Negara Indonesia
sendiri belum mau menerapkan, belum bersedia membangun Perekonomian yang
Rahmatan lil Alamin ini, kita lihat saja apakah cita-cita Adil Makmur dapat
terwujud? Yang jelas rakyat telah dijanjikan “kesejahteraan”, menuju kehidupan
yang lebih baik dari sebelumnya. Tiap pergantian kekuasaan di pemerintahan
spirit mencapai Adil Makmur senantiasa dikumandangkan walau hingga kini
hasilnya masih kekecewaan.
Karena bagaimanapun bila Negeri ini terus mengikuti
Sistem Duniawi yang berjalan, diprediksi setinggi apapun perekonomian lebih ke
Area Angan-Angan. Adakah satu Negara di Dunia ini yang sungguh Adil Makmur
terbebas murni dari krisis? Ini karena “Adil” itu sungguh “Bahasa Surga”, tidak
mungkin terwujud kecuali dengan membangun Nilai-Nilai Surgawi, jadi apalagi
yang mesti dibangun selain Ayat-Ayat Alloh SWT sebagai Nilai-Nilai Surgawi
termaksud? Hal yang seharusnya patut direnungkan akibat-akibat logis macam apa
bila Nilai-Nilai Surgawi itu sungguh terbangun. Manusia seharusnya tidak
terpedaya pemandangan hanya dari satu sisi saja, harus dapat secara
komprehensif dari segala sisi segala sudut pandang, sehingga tidak lagi
terjebak pada sifat-sifat yang sangat Lokalitas, hanya penggalan-penggalan
sangat tidak sempurna sehingga salah dalam kesimpulan. Bagaimana bumi yang
bagaikan debu ini pada masa lalu dipandang sebagai pusat Alam Semesta dan
bintang-bintang itu hanya benda-benda kecil yang bertebaran di Antariksa, maka
itulah contoh-contoh yang hingga kini terus terjadi dan berulang, membuat
kesimpulan dengan data-data yang kurang lengkap.
Apa yang disebut Nilai-Nilai Surgawi baru terpandang
nyata sebagai sesuatu yang “Sahih” bila Wilayahnya memang “SeSurga” yang dalam
hal ini SeAsma ul Husna. Mungkin Energi Nuklir dianggap berakibat sangat
dahsyat dampak radiasi jadi menakutkan. Ketakutan ini efektif bila untuk
menakuti umat tentu bila dengan penjelasan yang tidak memadai, artinya ini
masih merupakan bagian kecil dari Alam yang dikuak tapi telah digunakan
sedemikian rupa seakan kesimpulan final. Bagaimanapun tidak mudah meluaskan
pandangan manusia yang telah demikian terjebak terbelenggu terpenjara oleh Alam
yang Serba Lokalitas yang sama sekali tidak dapat menerima persepsi ajaran
Agama adanya Kebangkitan Hisab Hidup Kekal Surga Neraka walau bolehjadi
perkembangan lebih jauh IPTEK khususnya Nuklir justru akan dapat mengungkap
“kebenaran” dari ajaran Agama. Kita memang sangat memerlukan (IPTEK) Nuklir
disamping Nanotek secara lebih intensif (kemandirian) yang sama sekali bukan
untuk senjata pembunuh melainkan kepada sebuah “peta” menyeluruh sehingga
pandangan terhadap Alam Semesta demikian sempurna. Lebih kepada Agama berarti
pengenalan Asma ul Husna yang tidak lain menuju Teknologi Maha Sempurna,
KeAdilan Maha Sempurna, KeMakmuran Maha Sempurna, Kehidupan Kekal Serba Maha
Serba Non Lokalitas. Sudahilah mengutamakan ego-ego yang sangat Lokalitas,
perluaslah pandangan kepada yang Serba Non Lokalitas sehingga kita menjadi
lebih bijak dan arif dalam setiap masalah, senantiasa memandang pada
“Kesemestaan”.
Bahkan pada saatnya berbagai Alam yang tidak kelihatan
akan tersingkap dengan wajar dimana Nilai-Nilai Surgawi yang Tanpa Batas
membuat batas-batas yang menyelimuti Alam-Alam tersebut runtuh. Bila saja
manusia tahu apa sesungguhnya Nilai-Nilai Surgawi yang sungguh menuju KeWilayah
Tanpa Batas pastilah akan dapat memaklumi konsekwensi-konsekwensi logis mengapa
Alam senesta ini tidak melulu benda-benda belaka. Pada masa sekarang dimana
manusia telah melihat nyata dengan sangat-sangat jelas betapa KeMaha Luasan
Alam Semesta Bintang Gemintang yang tidak mungkin terjelajahi tanpa “Hidup Kekal”,
kenapa masih demikian ngotot lebih memilih kenikmatan “sebumi” yang bagaikan
“debu” ini dengan perang, senjata dan kekuasaan berebutan saling jegal
tipu-menipu bohong-membohongi penuh prasangka? Semua akibat terbelenggu
terpenjara dalam Lingkungan yang Serba Lokalitas sangat sementara dan tidak
kekal yaitu Dunia ini. Juga sungguh tidak mudah menjelaskan lebih jauh mengapa
Nuklir dan Nanotek penting demi sebuah “peta” Alam Semesta Tanpa Batas dengan
tuntunan Asma ul Husna? Terobosan macam apa di bidang pangan agar dapat
mengubah sel-sel tubuh manusia kepada saat Adam masih di Surga? Apa hubungan
tumbuh-tumbuhan (tentang pohon kayu yang terkutuk dalam Al Quran) baik fungsi
hutan pertanian perkebunan, tanaman obat, juga perikanan dansebagainya, karena
sesungguhnya seorang hamba hanya merasakan “petunjuk” itu harus demikian dan
demikian, apa semua ini sungguh dapat mengubah mengembalikan diri-diri kita
manusia seluruhnya ke fitrah Adam Surgawi? Jalan pikiran Agamis tidak selalu
sejalan dengan pemahaman-pemahaman Para Ilmuwan masa kini khuswusnya dalam
penguasaan Antariksa kelak dengan cara apa manusia sungguh akan dapat
menjelajahinya. Ilmu Kedokteran yang berkembang pesat saat ini tentu telah
melakukan tes-tes tentang kondisi tubuh manusia sekian lama di Antariksa.
Karena walau agak kurang dipahami pada kenyataannya Riset-Riset Ilmiah dapat
difungsikan sebagai “pendekatan” terhadap Kitab SuciNya.
Sejauh ini gambaran tentang Surga tidak dapat
menyentuh Nurani Para Ilmuwan mungkin cara penyajiannya tidak kepada adanya
persamaan kesemisalan sebagai wujud “pendekatan” antara pandangan yang satu
dengan yang lain, disebabkan masing-masing Nurani berusaha menterjemahkan
sesuatu yang sama-sama Ideal, sama-sama Sempurna akan tetapi tahapan-tahapan
yang sungguh Ilmiah dan Rasional tidak didapat tidak ditemukan. Khususnya
penjelasan memadai Peristiwa Isra Mikraj secara Ilmiah dan Rasional yang
sungguh dapat membuka wawasan KeAgamaan bagi Para Ilmuwan, dimana
pendekatan-pendekatan logis secara Ilmiah dan Rasional terbukti akan sesuai
Teori-Teori yang ada serta dengan Riset-Riset yang telah dilakukan. Nurani Para
Ilmuwan insyaAlloh terbuka untuk dapat menerima “Pencerahan” dari Peristiwa
Isra Mikraj tersebut. Bagaimanapun Pra Ilmuwanlah yang akan dapat
mengejawantahkan merealisasikan Ayat-Ayat Alloh SWT sehingga Teknologi itu
hadir dalam kehidupan manusia. Tanpa Ayat-Ayat Alloh SWT peran Ilmu sebagai
“pintu gerbang” Surgawi tetap tidak akan dapat membuka KeWilayahan Surga yang sesungguhnya,
karena pasti masih terjebak pada KeWilayahan yang sangat Lokalitas, masih
“Serba Lokalitas”. Maka KeSempurnaan yang Maha Sempurna, KeIdealan yang Maha
Ideal masih tersembunyi bagaimanapun usaha Para Ilmuwan untuk membukanya atau
untuk dapat memasuki Surga yang “Serba Non Lokalitas” tersebut.
Munculnya “Fatamorgana Surgawi” dibenak Para Ilmuwan
memperrumit pilihan bagi manusia, apa yang sungguh benar dikatakan salah dan
apa yang sungguh salah dikatakan benar, maka disinilah peran “Kemurnian” Asma
ul Husna untuk membedakan secara jelas mana “Wilayah Surga yang Non Lokalitas”
itu sebenarnya. Tidak boleh ada “pertentangan” makna dalam Asma ul Husna, bahwa
yang Maha Hidup Kekal jelas tidak mungkin “mati”, tiba-tiba jadi tidak kekal
sangat lokalitas dan pasti berumur pendek, maka demikian itulah di Alam
Hakekat. Sedang di Alam Fatamorgana yang masih Serba Lokalitas maka yang Maha
Hidup Kekal “seakan” dapat terbunuh dibunuh, tidak kekal, mati sehingga
jelas-jelas menyalahi dan sangat bertentangan dengan “Kemurnian Asma ul Husna
yang Serba Non Lokalitas”. Agama membedakan wilayah yang sebenarnya masih dalam
Lingkungan “Serba Lokalitas” sebagai Lingkungan “Api” yang akan berbeda dengan
Lingkungan Cahaya Diatas Cahaya Serba Non Lokalitas. Perkataan mana yang benar
dan yang salah karena menyalahi kebenaran itu sendiri, yang dianggap Tuhan
ternyata ditinggalkan Tuhannya, walau memohon sampai tiga kali ternyata seorang
utusan Iblis tetap melekat padanya tidak mau mundur hingga dirinyapun “karam”
di Lingkungan tersebut, dan juga pasti tidak akan dipertemukan dengan Para Nabi
dan RasulNya yang sungguh-sungguh “Sahih”. Lingkungan yang dianggapnya “Surga”
bahkan pada Tingkat Tertinggi (Surga itu bertingkat-tingkat). Padahal
“Kesucian” Surga itu tidak dimungkinkan dapat dimasuki dan terjelajahi Tingkat
demi Tingkat apalagi oleh seorang Utusan Iblis walaupun dengan “ikut” melalui
manusia, ikut dalam tubuh manusia. Bahwa sesuatu yang jelas akan dapat menjadi
tidak jelas bila pandangan lebih berdasarkan ego pemaksaan diri dan semua baru
menjadi kenyataan sempurna tidak akan terbantah lagi yaitu saat Hisab.
Fatamorgana itu sungguh ada dan nyata, mirip dengan
aslinya siapa yang dapat membedakan? Walau demikian ini hanya nasehat agar
kebenaran itu terungkap justru oleh diri mereka sendiri, disebabkan tiap Nabi
memiliki kalimat-kalimat syafaat yang akan dapat meluruskan menjernihkan Kitab
Suci yang dalam pegangan umatnya, sehingga Alloh SWT Sendiri yang akan
mengampuni dengan kalimat-kalimat syafaat tersebut yaitu dengan didatangkanNya
kembali Para Nabi dan RasulNya itu kepada umat masing-masing. Karena itu tidak
layak seorang hamba atau orang-orang yang berada diluar Kitab Suci Para Nabi
dan RasulNya itu “memvonis” seakan dirinya lebih tahu dari Para Nabi dan
RasulNya yang bersangkutan. Nabi Musa AS itulah yang paling memahami isi Kitab
Taurat, Nabi Isa Al Masih yang paling mengetahui isi Injil, Sang Budha itulah
yang paling mengerti isi Kitab Suci Agama Budha. Dan sesungguhnya Alloh SWT
akan mendatangkan kembali seluruh Para Nabi dan RasulNya sejak Nabi Adam AS
hingga Nabi Muhammad SAW dan mengambil umat masing-masing bagi yang
sungguh-sungguh “bersesuaian” dengan isi Kitab Suci yang dibawanya sehingga
memasuki Surga yang di sisiNya. Dan sesungguhnya “perbedaan” Agama yang
bermacam-macam di Bumi kita yang bagaikan debu Alam Semesta ini hanyalah contoh
pelajaran, betapa di Seluruh Alam Semesta Bintang Gemintang (SeSurga) ini akan
sedemikian banyak lagi “perbedaan” lebih dari apa yang terbayangkan dalam benak
manusia, ketika menyadari betapa Bumi itu di sisi Alloh SWT tidak hanya satu,
melainkan Tanpa Batas yang tersebar di segala Bintang Gemintang sesuai dengan
KeMaha Luasan Surga yang Tanpa Batas dimana segala Bintang Gemintang tercakup,
sehingga akan dapat memahami secara wajar, bahwa Adam Hawa sesungguhnya tidak
diturunkan hanya ke satu Bumi kita ini, melainkan sesuai KeMaha Luasan Surga
itu sendiri yaitu ke segala Bumi di segala penjuru Alam Semesta Bintang
Gemintang yang seluruhnya semuanya juga memiliki Nilai-Nilai Surgawi sama
semisal dengan Lingkup Kehidupan kita di Bumi yang bagaikan debu ini.
Apa yang tertulis dalam Al Quran adalah agar pemegang
Kitab Suci termaksud (yang hendak diluruskan melalui Al Quran) mau melakukan
perbaikan dengan meneliti kembali Kitab Suci dalam pegangannya sehingga menjadi
lurus kembali. Karena akan dapat terlihat jelas mana yang sungguh-sungguh
ucapan Para Nabi dan RasulNya dan mana yang sebenarnya persepsi umat. Sesuai
dengan yang tersyirat dalam Peristiwa Isra Mikraj, maka pintu-pintu Langit
sungguh akan terbuka, sehingga manusia dipertemukan dengan seluruh Para Nabi
dan RasulNya. Dan Langit demi Langit itu akan terbuka yaitu dengan Ayat-Ayat
Alloh SWT yang semua sama semisal bersesuaian dengan penempatan seluruh Para
Nabi dan RasulNya itu Langit demi Langit. Dimana wujud Langit itu akan terpandang
sebagai Lingkup Cahaya Diatas Cahaya dengan kekuatan Kilat sehingga akan
“terbakarlah” bagi siapapun yang tidak memiliki Cahaya Alloh SWT, Cahaya
Surgawi yang akan dapat “menetralisir” kekuatan perusak macam apapun. Cahaya
Alloh SWT ini pada diri manusia terakumulasi sebagai “Akal” akan tetapi telah
“menyatu” lahir batin jasmani ruhani dalam KeTak Terbatasan Asma ul Husna.
Setelah “Hisab” maka pandangan Akal manusia adalah SeSurga sedemikian rupa
menjadi kalifatulloh, sosok-sosok mahluk yang memiliki fitrah Alloh SWT belaka.
Bahwa kekuatan-kekuatan Langit tersebut senantiasa “menyempurnakan” segala yang
tidak sempurna, yang cacat tidak punya kaki tiba-tiba tumbuh kaki
sesempurna-sempurna bentuk kaki. Ada daya tumbuh, daya perbaikan atas wujud
manusia sehingga akan “muda” terus sesempurna-sempurna wujud “kemudaan”
manusia. Yang terlihat buruk rupa di sunia akan jadi secantik-cantik ataupun
seganteng-ganteng mahluk sesuai kebaikan hatinya saat di dunia ini. Apapun
kecacatan akan tertutupi dimana tubuh-tubuh akan berganti rupa dengan yang
baru, seluruh sel-sel kebaikan akan secara otomatis bergerak menebar kebaikan,
memperbaiki apapun pada diri manusia. Termasuk Akal yang selama di dunia ini
sangat berpandangan Lokalitas karena terpenjara terbelenggu oleh dunia yang
Serba Lokalitas, tiba-tiba menjadi Serba Non Lokalitas Tanpa Batas sesuai
Wilayah Surga yang ditempatinya.
Karena itulah selayaknya dipahami bahwa bumi kita
serta seluruh Alam Semesta Bintang Gemintang akan selalu sebagaimana
kenyataannya yang kita pandang sekarang ini. Artinya bumi beserta Alam Semesta
Bintang Gemintang akan “tetap ditempatnya” sebagaimana adanya. Dan “perubahan”
itu terjadi tergantung yang menjadi “Pengelola” Bumi ini, yang karena memiliki
Wawasan Surgawi yang Tanpa Batas, maka Bumi inipun terbangun dibangun dengan
Nilai-Nilai Surgawi tersebut. Sehingga terjadi “Perubahan” Luar Biasa ketika
Lingkup Bumi dan Alam Semesta ini menjadi Lingkup Surgawi yang Tanpa Batas,
Serba Non Lokalitas. Sekecil apapun bentuk manusia di Bumi kenyataannya
memiliki wilayah Kehidupan Tanpa Batas kekal selamanya. Disinilah bolehjadi
akan terjadi “perbedaan” dengan wawasan Para Agamawan dalam memahami dan
memaknai Kitab Suci tentang Surga dan Akhir Jaman. Bagi seorang hamba
“penguasaan” manusia atas Alam Semesta Bintang Gemintang adalah sungguh-sungguh
mengikuti tahapan-tahapan dalam Peristiwa Isra Mikraj dalam membangun Bumi ini
dengan Nilai-Nilai Surgawi. Jadi akan mengikuti perkembangan-perkembangan wajar
IPTEK yang sangat Rasional dan Ilmiah walaupun dengan Nilai-Nilai Surgawilah
Bumi ini dibangun dan terbangun sedemikian rupa. Artinya terjadi Kiamat Kubro itu tanpa harus
memandang Bintang Gemintang yang pada kenyataannya jauh lebih luas dan lebih
besar dari Bumi kita ini akan saling “bertabrakan” habis-habisan saling
menghancurkan sehingga semua seluruhnya hanya bagaikan debu di segala penjuru
Antariksa, dimana Bumi kita yang bagaikan debu ini ada di antah berantah yang
pasti juga menjadi debu Antariksa yang bertebaran tak berbentuk apapun lagi. Karena
dalam pandangan Para Agamawan bolehjadi “hancur luluh” segalanya segala Bintang
Gemintang ini membuat segala sesuatunya tidak memiliki bentuk lagi kecuali debu
Antariksa belaka yang merata di segala pelosok penjuru Antah Berantah yang
kemudian akan berubah menjadi Surga dan Neraka.
Bahwa Penulis sangat menyadari apa yang terbaik di
sisi Alloh SWT belum tentu dapat dipahami dan dimengerti manusia sebagai
kebaikan dan kemuliaan sehingga belum tentu diterima dan diikuti. Termasuk
sesuatu yang sungguh sesuai dengan isi Kitab SuciNya belum tentu dianggap
mengingat di tangannyapun ada sesuatu yang bagi pandangannya lebih sesuai
dengan isi Kitab SuciNya. Karena itu pilihan akan selalu jatuh pada “kesesuaian
terbanyak”, jadi belum tentu yang sungguh-sungguh Terbaik di sisi Alloh SWT
apalagi memang tidak dipahami dan diketahuinya. Bila saja memahami dan
mengetahui tentu kealpaannya kelak akan ditanya Alloh SWT, sebagai tanggung
jawabnya atas pilihannya di dunia ini. Karena itulah apa yang terjadi pada
Negeri ini tentang “Kepemimpinan” adalah sebagaimana yang kita lihat dan jalani
hingga saat ini. Komposisi yang sebenarnya hendak Penulis bangun adalah
“Kebersamaan” utamanya seluruh orang-orang yang terlibat Reformasi Awal,
seluruhnya semuanya akan diarahkan kepada tegaknya kalimat-kalimat Alloh SWT,
justru mengikuti fitrah seluruh manusia. Kepada petunjukNya agar seluruh Rakyat Negeri
ini dapat terlepas dari belenggu keterikatan Duniawi. Apakah sungguh sekarang
Negeri ini masih di Jaman Reformasi atau tidak, karena Para Tokoh tidak lagi
dapat langsung berperan, bahkan “Kebersamaan” pada saat Awal Reformasi sudah
lama kandas. Membangun “Kebersamaan” itu kembali sehingga dimungkinkan “semua
dapat berperan aktif” demi mewujudkan cita-cita Reformasi yang pada sungguh murni
serta tidak menyimpang atau disimpangkan oleh kenyataan Duniawi memang tidak
mudah. Padahal semua menuju cita-cita “Semisal” dari Jaman ke Jaman bahkan
sejak Jaman dahulu kala kerajaan-kerajaan silih berganti. Kemakmuran dan
Keadilan adalah fitrah “Semisal” dari Jaman ke Jaman, akan tetapi kenikmatan
Duniawi yang tidak seberapa telah dapat memalingkan manusia dari fitrah
tersebut.
Bahwa Reformasi yang dipahami Penulis memang adalah
semua kekuatan-kekuatan fitrah yang (pasti) terpandang pada semua “Pergantian
Jaman” khususnya pada Negeri ini, sehingga semua berjuang ingin menuju fitrah
tersebut yaitu Adil Makmur gemah ripah loh jinawi tata tentrem karta raharja.
Dalam hal ini Penulis tidak memilih “Satu” akan tetapi justru “Semua”, tidak
memilih hanya Jaman Orde Baru atau Jaman Orde Lama melainkan mengambil “Seluruh
Fitrah-Fitrah Jaman” tersebut sebagaimana Penulis mengambil seluruh Fitrah dari
sejak Jaman Nabi Adam AS hingga Nabi Muhammad SAW yang diteruskan Para Ulil al
Bab Para Wali Alloh Para Ulama sampai terjadi Kiamat yang dijanjikan. Maka
Reformasi kita ini selayaknya juga membawa seluruh Fitrah-Fitrah Jaman
termaksud, dimana Fitrah Orde Baru dengan Orde Lama justru dapat bersatu padu,
sebagaimana kebaikan-kebaikan itu pasti saling bahu membahu menuju Kebaikan
Terbaik di sisi Alloh SWT. Artinya Dua Kebaikan yang datang dari Orde Baru dan
Orde Lama akan sama-sama diperjuangkan diejawantahkan dalam menuju masyarakat
Adil Makmur sebagaimana yang dicita-citakan. Sedangkan kekurangan-kekurangan
merupakan peran tugas Orde Reformasi dimana pada kenyataannya Para Tokoh
Reformasi ingin meluruskan memperbaiki kebijakan-kebijakan masa lalu serta demi
“menyempurnakannya” sesuai tujuan Negeri ini didirikan. Dengan berusaha
menutupi semua kekurangan serta menyempurnakannya dengan kebijakan-kebijakan
(serta regulasi) Baru sebagai arah kebijakan Reformasi termaksud. Sedang
kemudian Alloh SWT yang menyatukan semua dalam “Kebersamaan”, dan karena semua
kebaikan itu pastilah “Menuju Alloh SWT”. Jadi dengan “petunjukNya” maka akan
dapat menyatukan “semua aspirasi” demi mencapai masyarakat Adil Makmur sesuai
cita-cita Negeri ini.Bagaimanapun keterangan memadailah maka hal ini akan dapat
dipahami dan dimengerti, yang sama sekali bukan masalah kalah menang disebabkan
Komposisi Kepemimpinan macam apapun selama fitrah itu dapat terpandang
bersama-sama secara nyata maka insyaAlloh tetap akan dapat diwujudkan
sedemikian rupa.
Rakyat Negeri ini harus memahami tentang
“Perusahaan-Perusahaan Alloh SWT” yang Rahmatan lil Alamin, bahwa karena “Milik
Alloh SWT” justru menjadi “Milik Bersama” (Milik Semesta) dengan pengaturan
kalimat-kalimat Alloh SWT yang Maha Adil Maha Bijaksana, sehingga sungguh
meyakini hanya dengan Alloh SWT maka Adil Makmur itu akan dapat terwujud, pasti
terwujud. Karena itu “Kesadaran” untuk memuliakannya merupakan panggilan Alloh
SWT, maka selayaknya tiap diri berhak mengetahui apakah dana-dana yang
diikhlaskannya untuk Alloh SWT melalui Perusahaan-Perusahaan Alloh SWT sungguh
terrekap terjumlah tercatat dalam pembukuan yang sangat transparan karena semua
dinomori (punya nomor) untuk dapat diakses. Bahkan seorang penyumbang akan
dapat menyodorkan proposal agar sumbangannya itu digunakan sesuai proposal
tersebut, tentu sebagai saran yang cocok bersesuaian Ayat-Ayat Alloh SWT.
Mungkin untuk mencetak sawah atau mereboisasi hutan yang rusak misalnya,
termasuk yang berkaitan dengan teknologi terapan (kelak) yang telah
dipersiapkan secara matang oleh Tim Pelaksana. Meskipun kita sebenarnya lebih
membatasi dahulu pada program-program yang sangat vital penting demi
kemandirian bangsa (rakyat) dalam memenuhi kebutuhan primernya, sehingga krisis
macam apapun di Dunia Kapitalisme kita sama sekali tidak terpengaruh. Bila
Peran Perusahaan-Perusahaan Alloh SWT di seluruh pelosok Negeri ini telah
tumbuh kembang bergulir sedemikian rupa mengayomi seluruh rakyat Negeri ini, semua juga tidak lepas dari peran Baitul
Makmur maka insyaAlloh pasti RahmatNya baik dari Langit maupun Bumi akan turun
dari sisi Alloh SWT. Dimana petunjuk-petunjukNya akan senantiasa hadir
mengendalikan kita semua membawa kepada KeTak Terbatasan sungguh di luar dari
yang dapat kita bayangkan selama ini. Karena pasti akan berada diluar persepsi
Para Ilmuwan bahkan Para Agamawan sekalipun, sungguh tak terbayangkan.
Keyakinan bahwa Ayat-Ayat Alloh SWT itulah yang sedang
kita perjuangkan sehingga apapun yang terjadi kelak serta akibatnya kita sudah
pasrah ridho tawakal kepada Alloh SWT. Dan karena di sisi Alloh SWT
sesungguhnya tidak ada yang disebut gagal walau di dunia ini kelihatannya
dikalahkan dihancur leburkan. Kesadaran Rakyat, Kesadaran Wakil Rakyat serta
khususnya Kesadaran Para Pemimpin Negeri, sehingga dapat sepenuh hati
memperjuangkan Amanah Alloh SWT yang terpandang sangat jelas tidak bertentangan
akan tetapi justru sangat “bersesuaian” dengan cita-cita Bangsa ini, maka
selayaknya Program ini segera diejawantahkan, segera dapat dilaksanakan. Sekali
lagi Penulis tentu bersedia memberi arahan/saran/informasi kepada Negara
manapun yang mau ikut “Menegakkan KeAdilan KeMakmuran KeSejahteraan” yang
Rahmatan lil Alamin mengikuti Ayat-Ayat Alloh SWT berlandaskan Asma ul Husna,
sehingga akan bersama-sama membangun Nilai-Nilai Surgawi Menuju KeWilayahan
Tanpa Batas tidak Cuma “SeBumi” tetapi “SeSurga” ke seru sekalian Alam Bintang
Gemintang. sehingga walaupun Negeri Indonesia ini tidak mau melaksanakan
Program-Program yang Rahmatan lil Alamin ini, tetap ada Negara yang mau
melaksanakannya, dari seorang yang tidak akan meneriakan suaranya dijalan-jalan
akan tetapi berusaha menegakkan Hukum Alloh SWT di Bumi.
Bagaimanapun akses untuk ke Pemerintahan itu penting,
akan tetapi hingga kini sebagaimana yang dapat kita lihat di Internet, ternyata
tulisan-tulisan hambaNya ini lewat begitu saja, bolehjadi tidak ada yang
tertarik, padahal sesungguhnya inilah “Garis Nubuah” demi menuju masyarakat
Adil Makmur, tapi siapa yang percaya? (Entahlah). Karena itulah kenyataannya
hingga saat ini walaupun Penulis akan tetap berusaha, sehingga apakah kelak
Imej tentang tulisan-tulisan hambaNya ini akan berubah? Maka bagi yang memahami
serta demi kepercayaan dan juga keikhlasan hanya karena Alloh SWT mungkin (ya
mungkin saja) kita mesti membangun sendiri dari Awal yang pasti insyaAlloh
pahalanya akan jauh lebih besar (karena dari Awal, dimana Nubuat Adil Makmur
telah tertulis walau melalui “Jangka Jayabaya”), maka sumbangan-sumbangan untuk
sementara ke Rekening Penulis di BRI No. Rek. 6437-01-002094-53-1 dan ini Cuma
untuk sementara, walau sekaligus juga penting bagi Penulis, apakah tulisan di
Internet ada yang serius baca? Tapi semua tetap merupakan taqdir dari Alloh SWT
bila memang tidak ada. Mungkin memang kebanyakan sama sekali tidak tahu tidak
tertarik atau peduli, sudah suratan taqdir gitulah, kita lihat saja nanti. Atau
mungkin juga dianggap sampah yang katanya banyak bertebaran di dunia maya,
padahal bagi Penulis carilah “Suara Tuhan” itu dimanapun, walau di Petani,
nelayan, tukang sapu, tukang beca, pengamen, peminta-minta bahkan yang dianggap
gila danlainlain. Tapi bila di sampah-sampah yang bertebaran itu ternyata ada
mengandung “Suara Tuhan” ya ambillah”, akan Penulis ambil, paling tidak
tertampung dalam ingatan, yang sudah semestinya karena memang harus. insyaAlloh
bila layak akan dapat menjadi jalan keluar terbaik dari kenyataan Duniawi yang
luar biasa dahsyat menggiring manusia menjauhi Ayat-Ayat Alloh SWT. Apakah
tanpa petunjukNya ini cita-cita Adil Makmur akan dapat terwujud?
Bagaimanapun bagi yang ingin ikut
berjuang sejak Awal melalui Rekening Penulis (berapapun yang penting ikhlas
“niat” karena Alloh SWT, tanpa keikhlasan tentu dapat menjadi sia-sia),
selayaknya bacalah dulu baik-baik untuk dapat memahami dan mengerti. Semoga
Alloh SWT meridhoi usaha Para Hamba-HambaNya. Wallahu a’lam bishshowwab.
Winarno, mas nano ponakan Bu Retti Paron, Ngawi.