Tuesday, July 23, 2013

ALAS KETONGGO ONE – DAN AMIN RAIS

Rakyat Negeri ini kalau sungguh masih menginginkan Adil Makmur gemah ripah loh jinawi seharusnya sadar, tidak mungkin tercapai kecuali dengan Alloh SWT. Maka mengembalikan “Nuansa kedekatan” dengan Alloh yang hampir saja terbangun sedemikian rupa pada masa kepemimpinan Gus Dur apalagi spirit Reformasi sungguh masih sangat murni. Dan kalau Rakyat Negeri ini masih berpikir dapat “mewujudkan”  tanpa petunjuk nyata dari “sisi” Alloh SWT, ya silahkan. Apa Teori-Teori Duniawi yang ada saat ini yang dipenuhi hawanapsu serta fatamorgana memang dapat menolong? Renungkan kenyataan itu baik-baik.
Akan tetapi ingat bukan tanpa dasar orang-orang bijak terdahulu dapat memandang “Taqdir Adil Makmur”  bagi Negeri ini, melainkan juga petunjuk Alloh SWT tentang Akhir Jaman. Artinya telah ada semacam nubuat atau ramalan tentang Negeri ini di masa depan, yang bahkan dapat terpandang dari segala pelosok bumi ini. Menunjukkan “pengaruh” yang sangat kuat dan sangat luas dimana kedatangan para Waliullah Tanah Jawa ini juga untuk menguatkan “cahaya langit” tersebut, sekaligus menunjuk kepada asal-usul (sumber) yang pasti diterapkan (yaitu Agama Alloh yang dalam hal ini bukan Cuma dari “satu Nabi” saja, bahkan dari sejak Nabi Adam AS).
Pandanglah Alloh SWT yang bukan milik “satu” kelompok golongan bangsa ataupun “Nama” suatu Agama saja, melainkan sungguh rahmat atas semua, seluruh AgamaNya, rahmatan lil alamin. Karena itu sayang sekali bila Rakyat Negeri ini masih demikian terpedaya, sedemikian kental demi kepada kelompok golongan, sehingga bahkan tidak dapat membedakan lagi secara jelas mana yang sungguh-sungguh “petunjukNya”, yang sebenarnya “tersebar” di seluruh AgamaNya ada dipegang masing-masing umat, walau itu di Negeri Cina. Bahwa mengembalikan “Nuansa” sebagaimana yang pernah dan hampir “terbangun” pada masa kepemimpinan Gus Dur serta membangkitkan kembali jiwa Reformasi murni yang kini hampir lenyap tenggelam dalam kancah pergolakan hawanapsu duniawi, haruslah dengan “petunjukNya”. Katakanlah bahwa yang hendak dibangun diperjuangkan ini  justru “Reformasi” yang sesungguhnya.
Karena itu bila  seorang hamba menunjuk seorang Amin Rais itu sama sekali bukan karena suatu kelompok atau golongan (bahkan partainya sendiri tidak lagi memilih Beliau). Tetapi karena “Nuansa” itu, Cahaya yang tidak kelihatan itu, sungguh akan menjadi “terang benderang” dan menjadi semakin sempurna “terbangun” dengan kepemimpinan Beliau yang tidak lain hanya “menyempurnakan” cahaya kekalifahan yang terbangun pada masa Gus Dur. Sekali lagi jangan terpedaya oleh janji-janji (teori-teori) Duniawi, ikutilah petunjukNya. Sedang wakil memang dari Eks TNI, dan inipun sekali-sekali bukan asal bicara melainkan juga dari petunjukNya. Karena hanya dengan petunjukNya maka Taqdir Adil Makmur dapat terwujud sempurna, dan akan kita lihat nanti bila rakyat Negeri ini tidak memilih Beliau, tidak mau mengikuti petunjukNya. Jadi masuklah dalam ikatan “tali Alloh” yang sesungguhnya, yang pasti akan menjadi nyata “perbedaannya”.
Kalau bukan petunjukNya pastilah seorang hamba akan memilih yang lebih muda dari seorang Amin Rais, akan tetapi bukankah Imam Khomeini jauh lebih tua yang demi keyakinan sanggup? Walau tentu “berbeda” karena masa ke depan ini tidak berapa lama lagi seluruh manusia dipastikan cenderung ke Agama, berlomba-lomba kepada kebaikan, akan bersusah payah melepaskan segala sifat-sifat keduniawian yang sungguh sangat “sementara”, yang demikian terbukti terpandang secara pasti alam. Bahkan “perbedaan akidah” yang selama ini menjadi kunci perselisihan akan dapat terselesaikan, yang tidak lagi menjadi hambatan dalam “kebersamaan” dalam perbuatan-perbuatan baik.
Ketika pintu-pintu langit sungguh-sungguh “terbuka”, maka demikian itulah kenyataan paling hakekat dari peristiwa Isra Mikraj, dimana seluruh manusia baik suka atau tidak suka ditarik menuju Tuhannya. Perbedaan Mazhab perbedaan Sunni Syiah NU Muhammadiyah akan menjadi sesuatu yang usang, sebagaimana “perbedaan” antar seluruh AgamaNya sejak jaman Nabi Adam AS sama sekali tidak lagi merupakan hambatan (padahal saat ini perbedaan NU Muhammadiyah saja dapat sewaktu-waktu  menjadi konflik yang sangat runcing). Bahwa akan menjadi nyatalah Alloh SWT sungguh akan menjelaskan segala apa yang “diperselisihkan” masing-masing umat selama ini pada Akhir Jaman, sebagaimana yang tertulis jelas dalam Kitab SuciNya. Karena itu sadarlah bahwa betapa NU Muhammadiyah itu di “sisi” Alloh SWT justru “saling melengkapi”. Betapa menyesal orang-orang (khususnya Agamawan) yang telah memperuncing perbedaan pada masa sekarang ini demi melihat akibatnya (yang antara lain justru bertentangan jauh dengan makna rahmatan lil alamin). Bahwa Agama Alloh itu adalah Agama yang Satu utuh, berbeda-beda tapi satu, maka menyesallah orang-orang yang memperuncing “perbedaan”.
Mungkin memang tidak mudah memahami apa yang ada dalam pemahaman dan pemikiran seorang hamba yang berusaha menyadarkan umat manusia, tentang keterbatasan-keterbatasan kehidupan di dunia ini, yang semua bagian dari pengaruh “gravitasi” atau yang dalam diri manusia wujudnya dikenal pula sebagai “hawanapsu”. Bahwa adanya “ketidak sempurnaan” bentuk tubuh (cacat) justru dapat lenyap (menjadi sempurna) bila telah berada di Area “Luar Gravitasi” atau langit. Artinya kekuatan-kekuatan langit akan dapat “menyembuhkan”.  Kekuatan-kekuatan langit ini mengejawantah berupa  “hati” sebagai kekuatan fitrah manusia yang suci murni, yang karena itu seorang cacat memiliki “keinginan dari hatinya”  untuk sembuh dari cacatnya, yang merasa tidak cantik memiliki keinginan untuk menjadi cantik yaitu “kesempurnaan”, pandangan-pandangan hati lebih merupakan kekuatan-kekuatan langit, kekuatan-kekuatan dari Tuhan. Bahwa di surgaNya nanti seorang yang cacat tubuh akan menjadi sesempurna-sempurnanya mahluk, karena kesabarannya dalam melewati kehidupan saat di dunia ini (yang demikian sementara), dan yang merasakan tentu dirinya sendiri. Dan karena kekuatan-kekuatan langit adalah sedemikian rupa, maka ketika “terbuka” pintu-pintu langit  menjadi sadarlah manusia tentang apa yang selama ini dikerjakan yaitu saat di dunia. Jadi alangkah baiknya bila saat di dunia ini kita berusaha sedemikian rupa untuk menjadikan prilaku kita naik sebagai “cahaya” yaitu dengan mengikuti petunjuk-petunjuk dari langit, dari sisi Alloh SWT, semoga rakyat Negeri ini mewujudkan kekuatan-kekuatan langit itu pada dirinya. Wallahu ‘alam bish showwab. Winarno (mas Nano).

No comments:

Post a Comment