Rakyat Negeri ini kalau sungguh masih menginginkan Adil
Makmur gemah ripah loh jinawi seharusnya sadar, tidak mungkin tercapai kecuali
dengan Alloh SWT. Maka mengembalikan “Nuansa kedekatan” dengan Alloh yang hampir
saja terbangun sedemikian rupa pada masa kepemimpinan Gus Dur apalagi spirit
Reformasi sungguh masih sangat murni. Dan kalau Rakyat Negeri ini masih
berpikir dapat “mewujudkan” tanpa
petunjuk nyata dari “sisi” Alloh SWT, ya silahkan. Apa Teori-Teori Duniawi yang
ada saat ini yang dipenuhi hawanapsu serta fatamorgana memang dapat menolong?
Renungkan kenyataan itu baik-baik.
Akan tetapi ingat bukan tanpa dasar orang-orang bijak
terdahulu dapat memandang “Taqdir Adil Makmur” bagi Negeri ini, melainkan juga petunjuk Alloh
SWT tentang Akhir Jaman. Artinya telah ada semacam nubuat atau ramalan tentang
Negeri ini di masa depan, yang bahkan dapat terpandang dari segala pelosok bumi
ini. Menunjukkan “pengaruh” yang sangat kuat dan sangat luas dimana kedatangan
para Waliullah Tanah Jawa ini juga untuk menguatkan “cahaya langit” tersebut,
sekaligus menunjuk kepada asal-usul (sumber) yang pasti diterapkan (yaitu Agama
Alloh yang dalam hal ini bukan Cuma dari “satu Nabi” saja, bahkan dari sejak
Nabi Adam AS).
Pandanglah Alloh SWT yang bukan milik “satu” kelompok
golongan bangsa ataupun “Nama” suatu Agama saja, melainkan sungguh rahmat atas
semua, seluruh AgamaNya, rahmatan lil alamin. Karena itu sayang sekali bila
Rakyat Negeri ini masih demikian terpedaya, sedemikian kental demi kepada
kelompok golongan, sehingga bahkan tidak dapat membedakan lagi secara jelas
mana yang sungguh-sungguh “petunjukNya”, yang sebenarnya “tersebar” di seluruh
AgamaNya ada dipegang masing-masing umat, walau itu di Negeri Cina. Bahwa
mengembalikan “Nuansa” sebagaimana yang pernah dan hampir “terbangun” pada masa
kepemimpinan Gus Dur serta membangkitkan kembali jiwa Reformasi murni yang kini
hampir lenyap tenggelam dalam kancah pergolakan hawanapsu duniawi, haruslah
dengan “petunjukNya”. Katakanlah bahwa yang hendak dibangun diperjuangkan ini justru “Reformasi” yang sesungguhnya.
Karena itu bila
seorang hamba menunjuk seorang Amin Rais itu sama sekali bukan karena
suatu kelompok atau golongan (bahkan partainya sendiri tidak lagi memilih
Beliau). Tetapi karena “Nuansa” itu, Cahaya yang tidak kelihatan itu, sungguh
akan menjadi “terang benderang” dan menjadi semakin sempurna “terbangun” dengan
kepemimpinan Beliau yang tidak lain hanya “menyempurnakan” cahaya kekalifahan
yang terbangun pada masa Gus Dur. Sekali lagi jangan terpedaya oleh janji-janji
(teori-teori) Duniawi, ikutilah petunjukNya. Sedang wakil memang dari Eks TNI,
dan inipun sekali-sekali bukan asal bicara melainkan juga dari petunjukNya.
Karena hanya dengan petunjukNya maka Taqdir Adil Makmur dapat terwujud
sempurna, dan akan kita lihat nanti bila rakyat Negeri ini tidak memilih
Beliau, tidak mau mengikuti petunjukNya. Jadi masuklah dalam ikatan “tali
Alloh” yang sesungguhnya, yang pasti akan menjadi nyata “perbedaannya”.
Kalau bukan petunjukNya pastilah seorang hamba akan memilih
yang lebih muda dari seorang Amin Rais, akan tetapi bukankah Imam Khomeini jauh
lebih tua yang demi keyakinan sanggup? Walau tentu “berbeda” karena masa ke
depan ini tidak berapa lama lagi seluruh manusia dipastikan cenderung ke Agama,
berlomba-lomba kepada kebaikan, akan bersusah payah melepaskan segala
sifat-sifat keduniawian yang sungguh sangat “sementara”, yang demikian terbukti
terpandang secara pasti alam. Bahkan “perbedaan akidah” yang selama ini menjadi
kunci perselisihan akan dapat terselesaikan, yang tidak lagi menjadi hambatan
dalam “kebersamaan” dalam perbuatan-perbuatan baik.
Ketika pintu-pintu langit sungguh-sungguh “terbuka”, maka
demikian itulah kenyataan paling hakekat dari peristiwa Isra Mikraj, dimana
seluruh manusia baik suka atau tidak suka ditarik menuju Tuhannya. Perbedaan
Mazhab perbedaan Sunni Syiah NU Muhammadiyah akan menjadi sesuatu yang usang,
sebagaimana “perbedaan” antar seluruh AgamaNya sejak jaman Nabi Adam AS sama
sekali tidak lagi merupakan hambatan (padahal saat ini perbedaan NU
Muhammadiyah saja dapat sewaktu-waktu menjadi konflik yang sangat runcing). Bahwa
akan menjadi nyatalah Alloh SWT sungguh akan menjelaskan segala apa yang
“diperselisihkan” masing-masing umat selama ini pada Akhir Jaman, sebagaimana
yang tertulis jelas dalam Kitab SuciNya. Karena itu sadarlah bahwa betapa NU
Muhammadiyah itu di “sisi” Alloh SWT justru “saling melengkapi”. Betapa
menyesal orang-orang (khususnya Agamawan) yang telah memperuncing perbedaan
pada masa sekarang ini demi melihat akibatnya (yang antara lain justru
bertentangan jauh dengan makna rahmatan lil alamin). Bahwa Agama Alloh itu
adalah Agama yang Satu utuh, berbeda-beda tapi satu, maka menyesallah
orang-orang yang memperuncing “perbedaan”.
Mungkin memang tidak mudah memahami apa yang ada dalam
pemahaman dan pemikiran seorang hamba yang berusaha menyadarkan umat manusia,
tentang keterbatasan-keterbatasan kehidupan di dunia ini, yang semua bagian
dari pengaruh “gravitasi” atau yang dalam diri manusia wujudnya dikenal pula
sebagai “hawanapsu”. Bahwa adanya “ketidak sempurnaan” bentuk tubuh (cacat)
justru dapat lenyap (menjadi sempurna) bila telah berada di Area “Luar
Gravitasi” atau langit. Artinya kekuatan-kekuatan langit akan dapat
“menyembuhkan”. Kekuatan-kekuatan langit
ini mengejawantah berupa “hati” sebagai kekuatan
fitrah manusia yang suci murni, yang karena itu seorang cacat memiliki
“keinginan dari hatinya” untuk sembuh
dari cacatnya, yang merasa tidak cantik memiliki keinginan untuk menjadi cantik
yaitu “kesempurnaan”, pandangan-pandangan hati lebih merupakan
kekuatan-kekuatan langit, kekuatan-kekuatan dari Tuhan. Bahwa di surgaNya nanti
seorang yang cacat tubuh akan menjadi sesempurna-sempurnanya mahluk, karena
kesabarannya dalam melewati kehidupan saat di dunia ini (yang demikian
sementara), dan yang merasakan tentu dirinya sendiri. Dan karena
kekuatan-kekuatan langit adalah sedemikian rupa, maka ketika “terbuka”
pintu-pintu langit menjadi sadarlah
manusia tentang apa yang selama ini dikerjakan yaitu saat di dunia. Jadi
alangkah baiknya bila saat di dunia ini kita berusaha sedemikian rupa untuk
menjadikan prilaku kita naik sebagai “cahaya” yaitu dengan mengikuti
petunjuk-petunjuk dari langit, dari sisi Alloh SWT, semoga rakyat Negeri ini mewujudkan
kekuatan-kekuatan langit itu pada dirinya. Wallahu ‘alam bish showwab. Winarno
(mas Nano).
No comments:
Post a Comment