Walau Teknologi Buraq sebenarnya tidak harus mengikuti
Teori-Teori Duniawi akan tetapi “pendekatan” pemikiran penting adanya. Bahwa ada
tiga komponen yang mesti dipahami dalam hal ini yaitu Cahaya Diatas Cahaya,
Alam Semesta dan Manusia. Pertanyaannya mengapa manusia tidak bisa (langsung)
memegang angin dan menaikinya, kecuali angin itu ada di dalam suatu wadah yang
tidak bocor dan dapat dinaiki. Ternyata wujud angin baru dapat dinaiki dengan bantuan alat tertentu. Lantas
bagaimana “cahaya” dapat dipegang dan dinaiki? Artinya bagaimana “sosok”
manusia sedemikian rupa dapat “melesat” dalam kejapan mata dari Masjidil Haram
ke Masjidil Aqso. Maka harus ada “pemahaman” tentang tiga komponen diatas
sebagai “satu kesatuan utuh” karena saling kait berkait sedemikian rupa.
Mungkin juga “percobaan” Einstein, Podolsky dan Rossen dalam
menemukan pemandangan suatu bentuk “cahaya” yang sifatnya “Non Lokalitas” akan
dapat diaplikasikan sebagai bentuk “Energi” yang dapat membuat Pesawat melesat
dengan kecepatan “cahaya”. Teori tentang “Ledakan Besar” bagaimana Alam Semesta
ini terbentuk, yang bahkan seorang Mahafisikawan Stephen Hawking menyebut Alam
Semesta ini hanya dari benda (Maha) sebesar kacang (hijau) yang ada sepersekian
detik sebelum terjadi Dentuman Besar. Semua sebenarnya menunjuk bahwa “awal”
segala adalah dari sesuatu yang “Maha”. Adapun “penemuan” sebentuk partikel
yang disebut-sebut sebagai “Partikel Tuhan” justru semakin menambah tanda Tanya
bagaimana sebenarnya Alam Semesta ini terbentuk. Apa hanya cukup dari satu
partikel atau justru memang dari wujud sebesar kacang? Sementara penelitian
tentang “neutrino” yang dapat “terdeteksi” ketika sebuah bintang “meledak”,
juga merupakan arah pencarian diantara sekian jenis wujud-wujud “cahaya serta
kecepatannya”
Akan tetapi “perbedaan” mendasar dengan para Ilmuwan
hanyalah pedomannya yaitu isyarat-isyarat yang sungguh sangat sederhana didalam
Kitab Suci. Bahwa ketika “langit terbuka” maka yang terpancar (terpandang)
adalah “cahaya kilat”, sedang secara mikro ketika “langit terbuka”
biji-bijianpun “tumbuh” hidup dari yang namanya “mati” (tumbuh biji-bijian
adalah termasuk prilaku langit). Senantiasa terjadi “ledakan” ketika “langit terbuka”. Apakah ketika terjadi “ledakan” maka
cahaya yang terpancar disebut Neutrino dan sebagainya telah ada pegangannya
didalam Kitab Suci. Baik secara mikro (ilmu yang berkembang antara lain
Nanotek) atau makro ( ilmu yang berkembang antara lain Kosmologi) bagi seorang
hamba semua tetap ada tertulis di dalam Kitab Suci. Dalam tiap kejadian yang
demikian sederhana ternyata ilmu didalamnya tidaklah sesederhana yang
terbayangkan.
Istilah “Al Hadid” didalam Kitab Suci misalnya yang sejauh
ini Penulis yakini sebagai bagian dari Teknologi Buraq, justru merupakan “bahan
dasar” Pesawat Diatas Kecepatan Cahaya. Walau kenyataannya al hadid dipahami
sebagai wujud “besi” akan tetapi bukan itu yang ada dalam pemahaman Penulis. Adanya daya tarik menarik
atau tolak menolak dari “prilaku besi berani”, juga bagian dari prilaku Al
Hadid. Termasuk didalamnya istilah “gravitasi” juga “luar gravitasi” (yang
dalam pemahaman Penulis adalah “langit”), semua tidak lepas dari “prilaku Al
Hadid” yang tertulis dalam Kitab Suci. Bahkan apa yang disebut “Partikel Tuhan”
justru sangat mengental “prilaku Al Hadid” didalamnya, walau bolehjadi ada “penolakan”
dari Para Ilmuwan tentang hal ini Penulis tetap pada keyakinan tersebut. Karenanya
mudah-mudahan tidak digunakan sebagai mesin perang atau senjata, sebaliknya
pembentukan sesuatu (sel tubuh) yang dikehendaki misalnya (dapat memperbaiki
mengganti atau menambah sel karena rusak, mati) justru dapat digunakan sebagai “penyembuh”
(pada saatnya nanti). Partikel Tuhan dalam pandangan Penulis dapat merupakan
terobosan dalam mengenal apa itu “langit” yang tertulis dalam Kitab Suci (dimana
kekuatan-kekuatan langit dapat menyembuhkan, semacam terapi cahaya). Dimana kelak
(melalui penelitian lebih jauh “Partikel Tuhan”), manusia akan sampai pada
Area-Area yang tidak ada pengaruh lagi dengan apa yang disebut “gravitasi” dan
karenanya Penulis sebut “Luar Gravitasi” (merupakan Area-Area Diatas Kecepatan
Cahaya, dimana sifat-sifat Non Lokalitas memenuhi Area Langit ini). Bahwa hanya
“Bahan Dasar” sedemikian rupa itulah (yang dalam Al Quran disebut Al Hadid) maka
Pesawat Diatas Kecepatan Cahaya akan segera dapat terealisasi (InsyaAlloh).
Memang sederhana, tetapi dalam pembuatan sebilah “keris”,
Mpu-Mpu masa lalu dengan laku “berpuasa” mensucikan diri ternyata “pancaran” cahaya
yang tidak kelihatan dapat “mempengaruhi” prilaku-prilaku Al Hadid lain di
sekian diri (tubuh-tubuh) manusia (yang sangat nyata didalam tiap tubuh
terkandung Al Hadid). Pengaruh itu dapat berupa tarikan-tarikan (daya tarik) atau
tolakan-tolakan (daya tolak), sebagai “wibawa” dansebagainya bahkan prilaku al
hadid pula maka tubuh dapat jadi “kebal” tidak mempan (ada daya tolak terhadap)
senjata tajam. Sebutan-sebutan “mistis” (mistik) pada keris selayaknya dipikir
ulang (khususnya para Agamawan) sehingga dengan pemahaman yang rasional pasti
alam akan dapat terlepas dari unsur “syirik”. Para Waliullah Tanah Jawa ini
tidak melarang “Teknologi Keris”, justru ada isyarat-isyarat dalam wayang
dengan symbol Gatot Kaca dalam mengisyaratkan prilaku Al Hadid (bagi hambaNya).
Bahwa Buraq adalah kejadian di alam dunia, karena itu apapun
penilaian (khususnya para Agamawan) terhadap diri Penulis selayaknya harus
bijak dan tidak tergesa-gesa dalam memvonis, hanya karena tidak bersesuaian
dengan pendapat-pendapat yang ada selama ini. Juga tentang masalah “Langit”
yang dalam pemahaman Penulis adalah demikian dan demikian (bacalah), juga
tentang Al Quran dengan “Besaran-Besaran” yang tersebar sedemikian rupa di Alam
Semesta, serta suatu keyakinan sangat adalah tentang “Teknologi Buraq” dimana
merupakan “Ilmu Islami Murni” yang sesungguhnya akan dapat “menjawab” pada Area
yang sangat luas meliputi segala gugusan bintang gemintang, dimana makna
rahmatan lil alamin justru menjadi realitas yang sangat rasional.
Area-Area Langit yang dalam pemahaman Penulis sebagai “Luar
Gravitasi” adalah “Area Diatas Kecepatan Cahaya atau Cahaya Diatas Cahaya”
sebagaimana yang tertulis dalam Kitab Suci, sedang “kesempurnaan” segala
sesuatu adalah di “sisi” Alloh SWT. Sifat-Sifat Non Lokalitas memenuhi
Area-Area Langit ini, sehingga pada akhirnya manusia dapat memahami makna kun,
faya kun yaitu bagaimana Alam Semesta dicipta tercipta dibentuk terbentuk oleh
Alloh SWT. Melihat perkembangan Ilmu-Ilmu yang ada saat ini, bolehjadi memang
sudah saatnya manusia akan dapat mengenal penciptaan Alam Semesta oleh Alloh
SWT secara hakekat sesungguhnya, sehingga lingkup kehidupan tidak hanya sebumi
kita ini lagi, akan tetapi ke segala bumi di bintang gemintang, Antar- Bumi-
Antar- Bintang yang bukan lagi sebagai khayalan. Wallahu ‘alam bish showwab.
(bersambung). Winano (masnano)
No comments:
Post a Comment